Sabtu, April 20, 2024

PERLUNYA REVISI UU PENJAMINAN UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

Must read

Dinamika perkembangan industri keuangan Indonesia di tengah tingkat literasi keuangan dan akses keuangan yang masih rendah membutuhkan langkah-langkah perlindungan konsumen sector jasa keuangan yang lebih efektif guna membekali konsumen dalam menghadapi pasar keuangan yang lebih canggih dan kompleks. Untuk menyikapi hal tersebut, Komite IV DPD RI mengadakan FGD di Bandung dengan para stakeholders.

“Menyikapi dinamika di sektor keuangan yang demikian pesat, demikian pula perekonomian yang bertransisi dengan cepat ke arah digital dan semakin terintegrasi, tidak terkecuali di sektor keuangan serta perkembangan instrumen dan transaksi keuangan yang semakin kompleks dan terinterkoneksi, maka perlu kiranya untuk mereview kembali mengenai UU Penjaminan, sehingga dapat mendorong berkembangnya UMKM di Indonesia yang semakin membutuhkan layanan akses permodalan yang mudah dari Lembaga keuangan” kata Ketua Komite IV Elviana dalam sambutannya.

Wakil Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin, Senator dari Bengkulu dalam sambutan membuka FGD pada 5 Desember menyampaikan bahwa dengan mengikuti FGD, kita bisa upgrade knowledge, menambah wawasan kita semua. “Seperti pada hari ini, kita hadir pada FGD tentang urgensi revisi UU No.1 tahun 2016 tentang Penjaminan. Dalam rangka mendorong penjaminan, perlu pengaturan dan penyesuaian pada industri penjaminan, dan kami melihat bahwa urgensi revisi UU Penjaminan menemukan relevansinya ketika banyak ditemukan permasalahan di Industri Jasa Keuangan”, kata Sultan. “FGD ini menjadi penting sehingga perlu bagi Komite IV untuk memperdalam pokok-pokok subtansi dalam penyusunan Naskah Akdemik atau DIM RUU melalui FGD dan hasil diskusi dapat membantu tim ahli dalam merancang RUU yang akan disusun, ini wujud sebagai tugas pelaksanaan kewajiban kita sebagai perwakilan daerah” tambah Sultan.

Saat ini terdapat 22 Perusahaan Penjaminan di Indonesia, yang terdiri dari 1 perusahaan penjaminan milik anak BUMN (PT Jamkrindo), 1 perusahaan penjaminan milik swasta, 2 perusahaan penjaminan syariah, dan 18 Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) sebagaimana diungkap Bayu Kurniawan, Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan khusus 2. “UMKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian, namun pengembangan UMKM masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam mengakses pendanaan dari lembaga keuangan dan salah satu cara untuk meningkatkan akses keuangan UMKM kepada lembaga keuangan adalah melalui sistem penjaminan kredit” kata Bayu. Lebih lanjut Bayu juga menyampaikan bahwa penjaminan ini menjembatani akses UMKM ke bank/lembaga keuangan, khususnya UMKM yang feasible namun belum bankable. “Perusahaan Penjaminan Kredit berfungsi penting untuk menjamin pemenuhan kewajiban finansial UMKM sebagai penerima kredit dari bank/lembaga keuangan sehingga Peran penjaminana sangat vital dalam pengembanagan UMKM”pungkas Bayu dalam paparannya.

Narasumber lain yang hadir pada FGD Komite IV, Kadar Wisnuwarman selaku Direktur Operasional dan Jaringan PT.Jamkrindo dalam paparannya menyampaikan bahwa PT. Jamkrindo memiliki maksud dan tujuan untuk melaksanakan kegiatan usaha penjaminan bagi UMKMK, BUMN, Sistem Resi Gudang, Penjaminan Lainnya. “pada masa pandemi, penjaminan Jamkrindo meningkat, khususnya pada kredit-kredit yang bersifat program pemerintah dan dalam masa pandemi UMKM masih dapat akses penjaminan”ungkap Kadar. “dari 5 (lima) Line of Business (LoB) yang ada di Jamkrindo, Lob konsumtif yang paling berisiko dibandingkan LoB KUR, PEN, Produktif dan Surety” tambah Kadar.

Inti dari UU penjaminan adalah menjembatani UMKM dalam permasalahan sumber permodalan, kata akademisi Bandung, Dr. Sugiyanto yang mendampingi OJK dan Jamkrindo sebagai narasumber. Banyak koperasi yang mengalami permasalahan terkait penguasaan asset.”Penguasaan asset koperasi milik siapa, menjadi suatu masalah bagi koperasi, hal ini perlu adanya manajemen asset koperasi karena kebanyakan asset koperasi adalah atas nama pengurus, bahkan sampai denga pengurus tersebut sudah tidak lagi menjadi pengurus, sehingga asset tersebut sulit untuk dijaminkan” ungkap Sugiyanto. “Terkait dengan rencana perubahan UU penjaminan yang akan dibahas di Komite IV, kami berharap agar perubahan ini tidak membuat gaduh sebagaimana RUU Pengembangan dan penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK)” pinta akademisi Universitas IKOPIN.

Tidak adanya penjaminan terhadap simpanan pada koperasi juga menjadi concern peserta FGD. “Selama ini, tidak ada penjaminan terhadap simpanan anggota koperasi sehingga para anggota koperasi memilih menyimpan di bank, karena di bank dijamin oleh LPS, tapi kalau butuh uang, mereka meminjam di koperasi” ungkap salah satu mahasiswa yang hadir. Mereka berharap dalam pembahasan RUU penjaminan oleh Komite IV nanti dapat memasukkan penjaminan simpanan koperasi ke dalam materi perubahan. Permasalahan tidak adanya penjaminan simpanan koperasi juga disampaikan oleh Evi Zaenal, senator asal Jatim. “Permasalahan pelik koperasi salah satunya adalah tidak adanya penjaminan simpanan koperasi, kita ada lembaga penjamin simpanan, namun hanya menjamin simpanan di bank dan tidak mengakomodir simpanan koperasi” kata Evi. “UU kita belum memberi pengaturan dan perlindungan yang jelas sehingga banyak aspek-aspek yang terabaikan dari sisi kepentingan masyarakat” tambah Evi.

Anggota DPD RI dari Jawa Tengah, Casytha Kathmandu menyoroti tentang kepemilikan asing pada Lembaga penjaminan. “Pasal 9 ayat (2) UU Penjaminan menyebutkan bahwa kepemilikan asing pada Lembaga Penjamin berbentuk badan hukum PT baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak sebesar 30%, saya minta pendapat OJK, Jamkrindo dan akademisi terkait hal ini, apakah kepemilikan tetap di 30% atau bisa dinaikkan?” “Terkait dengan penjaminan pada Jamkrida yang berdiri atas support pemda, maka lingkup penjaminannya hanya pada wilayah di provinsi terkait, apakah bisa ruang lingkup penjaminan Jamkrida diperluas di luar wilayah provinsi?”.

“Selama menjalankan tugas fungsi penjaminan, apa kendala yang dihadapi oleh Jamkrindo di dalam implementasi UU No.1 tahun 2016 tentang Penjaminan ini? Tanya Senator dari Maluku Novita Anakotta kepada perwakilan Jamkrindo. Wakil Ketua Komite IV ini juga menyoroti ketidaksinkronan aturan pemberian penjaminan pada UMKM. “Dalam aturan penjaminan bagi UMKM adalah bahwa UMKM tersebut dianggap layak/mampu, padahal UMKM yang ikut penjaminan itu kebanyakan UMKM yang tidak bankable” kata Novita.

Sebelum menutup diskusi, Ketua Komite IV, Elviana jmenyampaikan terima kasih atas kehadiran dan masukan dari para peserta. “Semua pandangan dari narasumber dan masukan-masukan dari peserta diskusi hari ini akan kami catat sebagai bahan untuk pembahasan RUU Penjaminan di Komite IV”, kata Elviana menutup acara FGD. *)

More articles

IklanIklanIklan HuT RI

Latest article