Jumat, Maret 29, 2024

Dinamika Penataan Daerah Pemilihan Pemilu 2024

Must read

Jakarta,dutametro.com.-Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 80/2022 memberi KPU kewenangan menata ulang penataan daerah pemilihan (Dapil), dari yang mulanya kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat lewat lampiran III dan IV UU Pemilu nomor 7 tahun 2017.

MK dalam putusannya menyatakan Lampiran III dan IV itu adalah Inkonstitusional sebab tidak sesuai dengan prinsip penataan daerah dapil yang baik serta kontradiktif dengan ketentuan penyusunan Dapil. MK menjelaskan penataan ulang dapil dilakukan untuk pemilu 2024 dan pemilu seterusnya dengan peraturan KPU. Dengan demikian, KPU merespon hasil putusan tersebut dengan baik dan hati-hati.

KPU sangat memahami bahwa penataan daerah dapil perlu dapat perhatian dan diskusi yang panjang karena disitu ada kepentingan, teruatama bagi peserta pemilu. Dengan demikian pelaku kepentingan sangat konsen mencermati dinamika yang terjadi.

Bebera argument dan dalil yang digunakan dalam diskusi, di antaranya keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 80/2022 dan juga simpulan hasil Raker KPU dengan Komisi II DPR RI yang lalu. Komisi Pemilihan Umum tentu mengkaji dan mendiskusikan serta mempelajari Putusan MK dan hasil Raker tersebut, apa dan bagaimana memahami dan menindaklanjuti putusan tersebut, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak terutama peserta pemilu.

Bagi KPU tentu tidak mudah memutuskan persoalan itu karena hal penting, terutama bagi peserta pemilu, apalagi di tengah kondisi yang sulit. Misal, apakah melaksanakan putusan MK dalam waktu singkat atau tidak.

Jika melaksanakan putusan MK setidaknya punya waktu yang tersedia (sampai 9 Februari 2023) dan juga anggaran. Dengan demikian, langkah KPU perlu masukan dan pertimbangan dari berbagai pihak dalam memutuskannya.

Di samping itu KPU juga mencek Data Agregat Kependudukan (DAK2) dari Kemendagri apakah jumlah bertambah atau berkurang pada tiap dapil nantinya. Bila jumlah penduduk bertambah tentu juga mempengaruhi jumlah kursi di dapil tersebut dan sebaliknya. Dengan demikian, di samping pertimbangan prinsip-prinsip dapil tentu untuk penataan daerah pemilihan menurut saya perlu dasar pertimbangan.

Dasar Pertimbangan
Di antaranya: (1) dasar sosiologis, dalam arti bahwa untuk menyesuaikan ketentuan tahapan dan mekanisme penataan dan penetapan daerah pemilihan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota dewan dalam menyelenggarakan pemilu tahun 2019 yang lalu; (2) dasar yuridis, maksudnya bahwa berdasarkan putusan MK nomor 80/2022 itu dan nantinya perlu penetapkan peraturan KPU tentang penataan dapil dan alokasi kursi anggota dewan perwakilan rakyat dalam pemilihan umum.

Dijelaskan pada pasal 185 UU nomor 7 tahun 2017 bahwa penyusunan dapil dengan memperhatikan prinsip kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas dan kesinambungan.

Adapun penjelasannya kesetaraan nilai suara itu adalah mengupayakan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1 (satu) dapil dengan dapil lainnya dengan prinsip 1 (satu) orang, 1 (satu) suara, 1 (satu) nilai.

Ketaantan pada sistem pemilu yang proporsional diartikan memperhatikan dalam pembentukan penataan daerah dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik dapat setara dengan persentase suara sah yang diperoleh.

Proporsionalitas dipahami memperhatikan kesetaraan alokasi kursi antar dapil untuk menjaga perimbangan alokasi kursi setiap dapil. Integralitas wilayah maksudnya memperhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, kondisi geografis, sarana perhubungan dan aspek kemudahan transfortasi dalam menyusun beberapa daerah kecamatan ke dalam 1 (satu) dapil. Adapun berada dalam cakupan wilayah yang sama diartikan dengan menyusun dapil anggota yang terbentuk dari satu, beberapa, dan/atau bagian daerahnya harus mencakup seluruhnya dalam suatu dapil anggota Dewan. Dan Kohesivitas adalah penyusunan dapil memperhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas.

Adapun maksud kesinambungan dapat dipahami dalam UU nomor 7 tahun 2017 yang kemudian dijelaskan oleh peraturan KPU terakhir nomor 6 tahun 2022 adalah penyusunan daerah pemilihan dengan memperhatikan daerah pemilihan yang sudah ada pada pemilu sebelumnya, kecuali apabila alokasi kursi pada daerah pemilihan tersebut melebihi batasan maksimal dan/atau kurang dari batas minimal alokasi kursi setiap daerah pemilihan, adanya pemekaran wilayah dan apabila bertentangan dengan enam prinsip sebelumnya.

Sumber penataan Dapil
Sumber penataan dapil pada pasal 201 ayat (1) dan ayat (2) UU nomor 7 tahun 2017 adalah data agregat kependudukan sebagai bahan bagi KPU dalam menyusun dapil dan data ini harus sudah tersedia dan diserahkan oleh pemerintah dalam hal ini Kemendagri paling lambat 16 (enam belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Yang diberikan kemendagri itu, data mencakup data penduduk maupun data wilayahnya. Namun untuk pemilu serentak 2024 akan diatur dengan sedetail mungkin harus juga dengan data peta wilayah administrasi pemerintahannya.

Selain data kependudukan dan data wilayah, KPU juga memerlukan peta wilayah untuk menentukan keterpenuhan prinsip integritas wilayah. Untuk pencermatan data, juga harus melakukan pencermatan serta sinkronisasi untuk mengecek kesesuaian data penduduk dengan data wilayah dan peta wilayah. Hasil pencermatan terdapat wilayah yang belum sesuai, KPU berkoordinasi dengan kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk melakukan pengecekan dan penyesuaian data.

Kemudian Alokasi kursi KPU menggunakan metode penghitungan alokasi kursi dengan menetapkan bilangan pembagi penduduk (BPPd). Melalui penggunaan BPPd, jumlah penduduk menjadi berbanding lurus dengan jumlah kursi yang diperoleh dan harga kursi antara satu dapil lainnya menjadi kurang lebih setara. ****

More articles

IklanIklanIklan HuT RI

Latest article