Dharmasraya, dutametro.com – Proyek preservasi jalan provinsi Sumatera Barat di jalur Sikabau-Simalidu, Koto Baru-Abai Siat, Kabupaten Dharmasraya, memantik gelombang kritik keras. Proyek yang seharusnya memperbaiki infrastruktur ini justru diduga menjadi ajang penyimpangan dan pemborosan anggaran.
Proyek di bawah pengawasan Kepala UPTD Jalan dan Jembatan Wilayah V, Dinas Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang Sumatera Barat, itu dinilai jauh dari standar kualitas. Tebasan pinggir jalan yang seharusnya memberikan kenyamanan justru terlihat asal-asalan, dengan lebar tebasan tidak seragam dan sebagian titik hanya mencapai satu meter.
Yang lebih parah, badan jalan yang sudah dipetak menggunakan mesin jackhammer hanya ditimbun dengan material sirtu tanpa kualitas jelas. Bahkan, muncul dugaan penggunaan bahan bakar bersubsidi, yang seharusnya tidak digunakan dalam proyek pemerintah.
Kaur Teknis Jadi Pelaksana?
Fakta mengejutkan lainnya, pengerjaan proyek ini diduga dilakukan langsung oleh Kaur Teknis, Rudi Arman, yang juga merangkap sebagai pengawas dan anggota tim PHO. Hal ini menciptakan konflik kepentingan yang mencolok dan memunculkan kecurigaan adanya permainan dalam proyek.
Seorang pekerja proyek yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan, “Kami bekerja atas perintah Pak Rudi. Siapa pelaksana sebenarnya, kami tidak tahu. Yang jelas, kami hanya mengikuti arahan orang yang membayar upah kami.”
Lebih mengherankan, Rio, nama yang tercatat sebagai pelaksana kontrak, justru mengaku tidak mengetahui detil pengerjaan. “Saya pelaksana di atas kertas, tetapi pengerjaan ini dilakukan secara swakelola. Saya tidak tahu siapa yang sebenarnya mengerjakan,” katanya dengan nada bingung.
Saat dikonfirmasi, Kepala UPTD Jalan dan Jembatan Wilayah V, Joko Siswoyo, memberikan jawaban normatif yang terkesan lepas tanggung jawab. “Timbunan ini sifatnya antisipasi untuk menutup lubang. Tebasan sudah dikerjakan beberapa bulan lalu. Mohon lokasi yang dimaksud agar kami bisa menindaklanjuti,” jawabnya singkat.
Respons serupa diberikan oleh Rudi Arman dan PPTK Arwin, yang justru berkilah dengan alasan kesehatan. “Maaf, saya sedang tidak enak badan,” ujar keduanya, seolah berusaha menghindar dari pertanyaan lebih lanjut.
Menanggapi dugaan ini, Edwar dari LSM Ampera Indonesia mengecam keras ketidaktransparanan proyek tersebut. Ia menilai bahwa pengelolaan yang asal-asalan adalah bentuk penghinaan terhadap anggaran negara dan kepentingan rakyat.
“Jika pelaksana resmi adalah Rio, kenapa pekerjaan ini diambil alih oleh Rudi? Apalagi Rudi merangkap jabatan sebagai pengawas dan anggota tim PHO. Ini pelanggaran serius! Aparat hukum harus segera mengusut kasus ini sampai tuntas,” tegas Edwar dengan nada keras.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa seluruh pihak yang terlibat, baik dari pelaksana kontrak hingga pengawas lapangan, harus dimintai pertanggungjawaban. **”Jangan biarkan uang negara dijadikan mainan. Jika ditemukan pelanggaran, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,”** tegasnya.
Edwar juga mengingatkan bahwa proyek infrastruktur seperti ini memiliki dampak besar terhadap masyarakat. “Jalan provinsi yang rusak adalah cerminan buruknya pengelolaan proyek. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas, agar anggaran tidak habis sia-sia,” pungkasnya.
Proyek yang seharusnya menjadi solusi kini berubah menjadi masalah baru. Publik menanti ketegasan aparat hukum untuk mengungkap dugaan penyimpangan yang telah mencoreng wajah pembangunan di Sumatera Barat.
Tim