JAMBI, dutametro.com.-Komite IV DPD RI adakan Uji Sahih RUU Penjaminan.Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Uji Sahih Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Penjaminan. Uji sahih tersebut dilaksanakan di Universitas Jambi pada tanggal 22 Mei 2023. Pelaksanaan uji sahih ini bekerjasama dengan Universitas Jambi dengan menghadirkan narasumber Dr. Raflles, S.H., M.H. dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, Dr. Noviardi Ferzi, S.E., M.M. dosen STIE dan UIN STS Jambi dan J. Ilyas, S.E., M.Si, Kepala Bidang Kelembagaan, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi. Acara tersebut juga dihadiri oleh, dosen, mahasiswa dan pelaku UMKM di Kota Jambi.
Uji sahih dibuka oleh Wakil Ketua III DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, S.Sos., M.Si yang juga merupakan senator dari Provinsi Bengkulu. Dalam sambutannya, Sultan menyampaikan bahwa UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal 22D Ayat (1) menyatakan bahwa DPD RI memiliki tugas dan kewenangan antara lain mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
“Sebagaimana yang telah ditentukan dalam longlist Prolegnas 2020 – 2024, bahwa RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan merupakan usulan dari DPD, yang dalam hal ini adalah domain Komite IV. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, Komite IV melaksanakan kegiatan Uji Sahih terhadap RUU dimaksud, bekerjasama dengan Universitas Jambi,” ucap Sultan dalam kata sambutannya.
Lebih jauh Sultan mengungkapkan bahwa keluaran yang diharapkan dari kegiatan Uji Sahih ini antara lain adalah terkait dengan persoalan teoritis dan empiris.
“Pertama secara teoritis, kita mengharapkan luaran yang memuat analisis kebijakan pengaturan lembaga penjaminan guna mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas lembaga penjaminan dalam memberikan layanan dalam meningkatkan pertumbuhan UMKM dalam rangka memajukan perekonomian nasional,” jelas Wakil Ketua III DPD RI tersebut.
Sultan melanjutkan bahwa luaran kedua yang juga diharapkan adalah secara empiris, memuat alternatif kebijakan pengaturan Lembaga Penjaminan: aturan yang bersifat umum dan fleksibel dalam penerapannya versus aturan yang bersifat rinci dan kaku dalam pelaksanaannya.
Sementara itu Dra. Elviana, M.Si, Ketua Komite IV DPD RI senator dari Provinsi Jambi menyampaikan bahwa banyak persoalan yang terjadi di lapangan yang membuat Komite IV DPD RI menginisiasi untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang penjaminan.
“Ada beberapa hal yang mendorong Komite IV DPD RI untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Penjaminan ini,” jelas Senator Provinsi Jambi tersebut.
Sebagaimana diketahui beberapa hal yang melandasi perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Penjaminan adalah Pertama, Stagnansi perkembangan jumlah perusahaan penjaminan di Indonesia pasca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan disahkan; Kedua, Konsep penjaminan modal yang masih terasa asing didengar oleh pelaku usaha terutama bagi pelaku UMKM di daerah; Ketiga, Kondisi tersebut berdampak pada belum optimalnya perusahaan penjamin menjaring debitur.
Data OJK per Maret 2023 tercatat hanya ada 22.704 debitur jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah UMKM yang mencapai 65,46 juta unit; Keempat, Aspek permodalan dan insentif bagi perusahaan penjaminan yang belum optimal diatur dalam undang-undang eksisting; Kelima, Pengaturan batasan kriteria pelaku usaha perlu disesuaikan dengan berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja; dan Keenam, Keberpihakan Pemerintah (pusat dan daerah) dalam memfasilitasi pembentukan lembaga/perusahaan penjaminan dan perhatian lebih kepada pelaku UMKM.
“Menyikapi hal di atas maka perlu ada penyesuaian dan penyelarasan aturan dan payung hukum agar perusahaan penjaminan dapat lebih berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan termasuk teknologi layanan keuangan dan efek manfaatnya dapat dirasakan khususnya bagi pelaku UMKM,” ujar Dra. Hj. Elviana, M.Si.
Tamsil Linrung, Senator dari Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa pertama revisi UU ini lahir dari suatu kesadaran untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara nasional.
“Kita ingin mencantumkan dalam undang-undang yang tentang Penjaminan ini bahwa bahwa aturan yang sangat rijit terkait dengan penjaminan ini berlaku untuk jenis usaha selain UMKM, UMKM harus diperlakukan secara khusus, agar cita-cita meningkatkan kesejahteraan pelaku UMKM dapat tercapai,” ucap Tamsil Linrung.
Selain itu Tamsil juga mengusulkan agar pengaturan UMKM di dalam undang-undang penjaminan ini mendapat perlakuan khusus tidak disetarakan dengan bisnis yang sudah besar.
“Saya kira undang-undang, harus mengatur bagaimana UMKM sebagai terjamin ini bisa memperoleh pinjaman dengan jaminan yang tidak sulit, oleh sebab itu perlu dibuat klasifikasi jenis-jenis UMKM ini,” jelas Senator Provinsi Sulawesi Selatan itu.
KH. Ir. Abdul Hakim, M.M., Wakil Ketua Komite IV yang merupakan Senator Provinsi Lampung menyampaikan bahwa bicara tentang UMKM bicara tentang konsen kita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Tentang UMKM sebenarnya sudah ada regulasi tersendiri yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menangah (UMKM).
Walaupun belakangan sudah ada Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang juga memuat pengaturan-pengaturan tentang UMKM, namun memang regulasi tentang UMKM ini perlu diperbarui,” ucap Senator Provinsi Lampung tersebut.
Komentar dari Tamsil Linrung dan Abdul Hakim tersebut disetujui oleh senator lain yang juga dalam kesempatan uji sahih di Universitas Jambi tersebut yaitu H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., M.H senator Provinsi Sumatera Barat dan H. Muhammad Gazali, Lc. Senator dari Provinsi Riau.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Sistem Informasi Universitas Jambi, Bapak Prof. Dr. Rayandra, M.Si menyampaikan bahwa uji sahih dalam penyusunan sebuah undang-undang merupakan hal penting dalam usaha melibatkan partisipasi masyarakat.
“Kegiatan ini bermanfaat untuk menampung berbagai aspirasi dari masyarakat terkait dengan undang-undang yang sedang dibahas,” ucap Prof. Dr. Rayandra, M.Si
Selanjutnya Wakil Rektor IV Universitas Jambi juga menyampaikan bahwa Universitas Jambi tentunya mendukung kegiatan ini, oleh sebab itu kami mengucapkan selamat datang di Universitas Jambi, semoga kami bisa memberikan kontribusi yang terbaik Rancangan Undang-Undang ini dan tentunya semoga bisa memberi kontribusi untuk bangsa dan negara ini.
Pada sesi materi yang disampaikan narasumber, Dr. Rafles, S.H., M.H., menyampaikan bahwa ada dua hal yang perlu digarisbawahi terkait persoalan penjaminan pertama draf perubahan undang-undang tentang Penjaminan wajib memasukkan pengecualian Pasal 12 POJK 16 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan terhadap kekhususan pelaku UMKM.
Kedua, menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi itu, draf Perubahan UU Penjaminan wajib memasukkan batas minimum jaminan berbentuk presentase yang diberikan kepada pelaku UMKM oleh perusahaan Penjaminan. Hal ini mengingat Undang-Undang No. 1 tahun 2016 tentang Penjaminan merupakan regulasi penjaminan umum, bukan khusus untuk UMKM. Jadi harus ada kekhususan terkait UMKM.
Dr. Noviardi Ferzi, SE., MM., memberikan masukan kepada DPD RI bahwa DPD RI harus mampu melihat penjaminan tidak hanya dari perspektif permodalan,
karena definisi modal itu cukup luas tidak hanya dalam bentuk modal, RUU ini seharusnya mampu meningkatkan fungsi peningkatan UMKM.
“Kedua, revisi ini harus mampu menjadi titik pijak bahwa UMKM membutuhkan integrasi literasi digital dan literasi keuangan. Selain itu RUU ini meningkatkan legalitas, produktivitas, dan memperkuat integritas UMKM.” Ucap Noviardi.
Pada kegiatan yang dilaksanakan DPD RI dan Universitas Jambi tersebut pada dasarnya DPD RI, akademisi, pelaku usaha, maupun pemerintah daerah sepakat bahwa regulasi yang sedang diperjuangkan seharusnya benar-benar bermanfaat untuk kepentingan pelaku UMKM khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. (*)