Malut, Dutametro.com – Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) kota Ternate telah mengguncang ruang publik di Maluku Utara terutama Kabupaten Pulau Taliabu, dengan pengungkapan laporan mengejutkan terhadap 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pulau Taliabu.
Dalam laporan yang disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara pada senin 22 April 2024 kemarin, GPM menyebut oknum anggota DPRD terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi dan perbuatan melawan hukum terkait dengan dana publik senilai miliaran rupiah.
Menurut Juslan J. Hi Latif, Ketua GPM Kota Ternate, temuan ini terkuak dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku Utara. Laporan tersebut mengungkap bahwa anggota DPRD Pulau Taliabu diduga terlibat dalam penggunaan dana yang tidak sesuai prosedur dalam surat perintah perjalanan dinas (SPPD) luar daerah senilai Rp. 3.650.204.860,75. Selain itu, terdapat dugaan penyalahgunaan alokasi tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan reses senilai Rp. 7.804.668.144,00, yang dilakukan pada tahun anggaran 2022.
“Penggunaan dana SPPD yang tidak didukung dengan bukti at cost, pembayaran perjalanan dinas di luar daerah yang tidak sesuai dengan surat perintah tugas, dan biaya perjalanan dinas yang melebihi rincian yang seharusnya, merupakan indikasi kuat praktik korupsi yang harus diselidiki lebih lanjut oleh pihak berwenang,” ungkap Juslan.
Lebih lanjut, Juslan menyoroti bahwa dana tunjangan komunikasi intensif (TKI) dan tunjangan reses yang seharusnya menjadi bagian dari belanja gaji dan tunjangan DPRD Pulau Taliabu pada tahun 2022, telah menjadi objek dugaan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan laporan realisasi anggaran, ternyata ditemukan bahwa tunjangan TKI sebesar Rp. 10.500.000,00 per bulan diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD, sedangkan tunjangan reses sebesar Rp. 6.300.000,00 per pelaksanaan reses.
“Apa yang terungkap adalah penggunaan dana yang tidak didasarkan pada peraturan yang jelas, serta pengelompokan kemampuan keuangan daerah tanpa dasar penetapan yang sah. Ini jelas melanggar peraturan pemerintah dan merupakan tindakan korupsi yang serius,” tegas Juslan.
Dalam konteks ini, GPM mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara untuk bertindak sesuai Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021. Mereka meminta pemanggilan dan pemeriksaan terhadap oknum terlapor yang tercantum dalam laporan mereka, termasuk Ketua DPRD Pulau Taliabu, Meilan Mus, dan Sekretaris Waktu (Sekwan) pada tahun 2022.
Tak hanya itu, dalam pengungkapan yang lebih mendalam, skandal yang melibatkan anggota DPRD Pulau Taliabu tidak hanya terbatas pada dugaan korupsi anggaran, tetapi juga menyoroti kehadiran yang minim saat berkantor dan dalam rapat paripurna. Mereka dituduh malas menghadiri rapat-rapat tersebut, yang merupakan tanggung jawab utama sebagai wakil rakyat.
Momen peringatan hari ulang tahun Kabupaten Pulau Taliabu ke-11 yang diselenggarakan pada senin 22 April kemarin juga menjadi sorotan. DPRD setempat mendapat kado tak terduga dari Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Kota Ternate. Sebuah laporan yang mengguncang diserahkan langsung ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara (Kejati Malut), mengungkapkan temuan anggaran yang diduga korupsi oleh DPRD Pulau Taliabu.
Dengan terungkapnya kedua fakta ini, skandal korupsi ini semakin menunjukkan keparahan situasi yang harus ditindaklanjuti dengan serius oleh pihak berwenang. Publik menuntut agar langkah-langkah hukum diambil untuk memastikan pertanggungjawaban dan transparansi di tingkat pemerintahan setempat.
( Redaksi )