Suatu hari nanti, kamu akan sangat merindukan suara mereka. Suara yang kini mungkin kamu abaikan. Suara yang dulu meninabobokanmu di pangkuan, yang sabar menyebut namamu berulang kali saat kau masih belajar bicara.
Sebelum hari itu datang, sebelum waktu memisahkanmu dengan sosok paling tulus di dunia, sering-seringlah berbicara dengan ayah dan ibumu.
Karena saat kamu belum bisa berkata apa-apa, mereka tak pernah lelah mengajarkanmu kata demi kata. Saat kamu belum mampu berdiri sendiri, merekalah yang menopang seluruh hidupmu tanpa pamrih.
Tapi waktu tak pernah menunggu. Takdir tak memberi tahu kapan panggilan terakhir itu akan datang.
Betapa banyak anak kecil yang bahkan tak sempat mengenal wajah ayahnya.
Betapa banyak yang harus memanggil “ibu” pada sosok yang bahkan bukan darah daging mereka.
Saya tahu itu. Saya melihatnya setiap hari di panti asuhan yang saya kelola. Anak-anak kecil menatap kosong ke luar jendela. Menunggu sesuatu yang tak pernah datang: pelukan orang tua. Kadang, saya harus menahan air mata melihat mereka tertidur tanpa kecupan selamat malam, tanpa panggilan lembut yang menenangkan.
Dan tak semua anak seberuntung mereka yang tinggal di panti. Ada yang harus hidup menumpang pada saudara yang tak peduli, pada keluarga tiri yang tak memahami. Nasib tak selalu adil. Tapi kita — yang masih punya ayah dan ibu — kadang lupa bersyukur.
Ayah dan ibumu mungkin jarang bicara. Mungkin mereka terlihat dingin, bahkan keras. Tapi percayalah, mereka memikul segalanya dalam diam. Ayah menahan lapar agar kamu kenyang. Ibu menahan lelah agar kamu bisa tidur nyenyak.
Mereka sering menyembunyikan kesedihan hanya demi melihatmu tersenyum. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhanmu, tak jarang ayah harus berbohong tentang keadaannya sendiri. Semuanya demi kamu.
Maka jangan hanya mencintai mereka dalam diam. Tatap wajah mereka hari ini. Perhatikan garis-garis lelah di sudut matanya, tangan mereka yang mulai kasar dimakan usia, dan tubuh mereka yang perlahan melemah.
Doakan mereka dalam setiap sujudmu. Ucapkan terima kasih. Minta maaf. Peluk mereka. Jangan tunggu sampai doa-doamu hanya bisa dikirimkan ke langit yang sunyi.
Jangan karena satu keinginanmu tak dipenuhi, kau berhenti bicara. Jangan biarkan gengsi dan ego membuatmu asing di rumah sendiri. Karena suatu hari, yang kau dengar hanyalah hening. Yang tersisa hanyalah penyesalan.
Bagiku, ayah adalah pahlawan tanpa selempang. Keringatnya adalah puisi pengorbanan. Senyumnya adalah matahari kecil di hidupku. Sedihnya — ah, sedihnya — adalah luka yang tak pernah bisa sembuh.
Dan tak ada satu pun lelaki di dunia ini yang bisa menggantikan tempatnya.
Sementara masih ada waktu, datanglah. Duduklah di samping mereka. Dengarkan cerita yang mungkin sudah kamu dengar berkali-kali. Karena kelak, ketika mereka tak ada, bahkan cerita itu pun akan jadi harta paling berharga dalam hidupmu.
Sering-seringlah berbicara dengan ayah dan ibumu. Selagi kamu masih bisa.
Penulis: Hasneril, SE