DPPKBP3A Pasbar Gelar Pelatihan Manajemen Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Tingkat Kabupaten Pasaman Barat

More articles

Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) menggelar Pelatihan Manajemen Penanganan Kasus Kekerasan bagi Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak tingkat Kabupaten Pasaman Barat, Kamis (6/10/2022) diselenggarakan di Hotel Gucchi.

Pelatihan tersebut dibuka secara langsung oleh Ketua P2TP2A, Titi Hamsuardi yang didampingi Kepala DPPKBP3A Anna Rahmadia serta stakeholder terkait lainnya.

Ketua P2TP2A, Titi Hamsuardi menjelaskan P2TP2A merupakan pelayanan terpadu bagi pemberdayaan perempuan dan anak yang berkomitmen memberikan pelayanan dan pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.

“Beberapa bentuk penanganan dari P2TP2A untuk korban kekerasan yaitu layanan kesehatan/ medis terhadap korban, layanan pemeriksaan psikologis oleh tenaga ahli psikolog klinis yang mendampingi korban kekerasan, pendampingan proses hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, penyediaan rumah aman di P2TP2A dan lainnya,” jelasnya.

Titi Hamsuardi juga menyampaikan bahwa P2TP2A memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan bagi perempuan dan korban kekerasan serta berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan dan anak dalam rangka terwujudnya kesetaraan gender.

“Kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Pasaman Barat tertuang pada Perda Pasbar No. 11 Tahun 2016 serta telah dibentuk SK Satgas No 188.45/47/Bup.Pasbar/2022 tentang SK Tim-tim Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Kekerasan,” ungkap Titi Hamsuardi.

Ia juga berpesan kepada peserta pelatihan agar dapat mengikuti kegiatan pelatihan dengan baik guna untuk meningkatkan kualitas SDM lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Pasaman Barat.

Sementara itu Kepala DPPKBP3A Anna Rahmadia menambahkan bahwa kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi, masih ada kesenjangan partispasi pembangunan antara perempuan dan laki-laki.

“Permasalahan yang perlu diselesaikan saat ini yaitu terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan kurangnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan publik yang lebih luas. Selain itu, masih adanya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, menjadi tantangan sendiri yang harus diatasi,” tambah Anna Rahmadia.

Seterusnya, untuk menghadapi permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ada di tengah-tengah keluarga dan masyarakat, hal yang paling penting adalah bagaimana pengaduan tersebut agar bisa direspon dan ditangani oleh berbagai stakeholder yang memiliki tugas untuk melindungi anak, baik dari aspek penegakan hukum dan pendampingan anak korban, seiring telah terbentuknya Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) nagari.

Anna Rahmadia juga menekankan bahwa permasalahan perempuan dan anak sangat kompleks dan bersifat lintas sektor, dan karenanya penanganan permasalahan tersebut tidak dapat dilakukan oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluaraga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak semata. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan dan kerjasama antar seluruh OPD/instansi terkait, lembaga, pemangku kepentingan, baik dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan nagari, agar kondisi tersebut dapat ditangani secara baik dan menyeluruh. (*)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest