spot_img

Hotel Pasifik Diduga Jadi Neraka Ber-AC yang Nyaris Merenggut Nyawa

Batam — Pukul 04.15 WIB, Jumat dini hari (4/7/2025), dua perempuan muda tumbang di halaman Diskotik Hotel Pasifik, Batu Ampar, Batam. Mulut berbusa, tubuh menggeliat liar, mata terbuka tanpa nyawa — satu gambaran horor tentang pesta narkoba yang berubah jadi tragedi. Diduga keras, keduanya overdosis pil ekstasi.

Namun yang lebih memuakkan dari peristiwa itu bukan sekadar overdosis, melainkan diamnya semua pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Tidak ada ambulans. Tidak ada laporan resmi. Tidak ada aparat datang. Tidak ada pernyataan dari manajemen hotel.

Yang ada hanya keheningan yang menyesakkan — keheningan yang menyimpan bau busuk: pengkhianatan terhadap rakyat.

Hotel Pasifik: Diskotik atau Rumah Jagal?

Diskotik yang beroperasi di dalam Hotel Pasifik bukan sekadar tempat hiburan. Ia adalah lubang hitam tempat generasi muda diseret perlahan menuju kematian — dengan musik keras menenggelamkan jeritan mereka yang sekarat.

Saksi mata menyebutkan bahwa korban pertama berjalan sempoyongan keluar dari diskotik sebelum ambruk di trotoar. Tak lama, korban kedua menyusul. Para pegawai hotel panik — tapi bukan untuk menyelamatkan, melainkan menghilangkan jejak. Tidak jelas dibawa ke mana, tidak jelas dirawat oleh siapa, dan hingga kini: tidak ada konfirmasi apa pun dari pihak hotel.

Seolah-olah dua tubuh nyaris tak bernyawa itu adalah sampah pesta yang bisa disingkirkan begitu saja.

Peristiwa ini terjadi lewat pukul empat pagi, jauh dari jam operasional legal tempat hiburan malam. Satpol PP? Hilang. Polresta Barelang? Bungkam. BNNK Batam? Mati rasa.

Apakah mereka tidak tahu — atau pura-pura tidak tahu? Atau lebih celaka lagi: apakah mereka bagian dari sistem yang membiarkan semua ini terjadi?

Batam saat ini bukan darurat narkoba. Batam adalah medan pembantaian terselubung, tempat pil haram dijual seperti permen, tempat aparat melengos dari tanggung jawab, dan tempat hukum dikencingi oleh pemilik modal dan jaringan hiburan malam yang rakus.

Pasal Dilanggar, Tak Ada Tersangka — Negara Jadi Boneka?

UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan:

  • Pasal 112: Kepemilikan narkotika golongan I tanpa hak = 4 tahun penjara minimum.
  • Pasal 127: Pengguna bisa dipidana kecuali rehabilitasi secara sah.

Tapi realitasnya: tak ada yang ditahan, tak ada yang diperiksa, tak ada yang digrebek.

Siapa beking dari Diskotik Hotel Pasifik?

Siapa yang mengatur agar tempat ini terus hidup?

Siapa yang menikmati uang dari kematian ini?

Jika aparat tahu tapi tak bertindak, maka mereka adalah komplotan pelindung kejahatan.

Jika pejabat tahu tapi tutup mata, maka mereka adalah penikmat hasil darah generasi muda.

“Kami muak! Kalau aparat tak sanggup menertibkan, maka rakyat harus bersuara. Cukup sudah anak-anak muda mati di tangan sistem yang busuk!” — seru salah satu tokoh masyarakat Jodoh dengan penuh kemarahan.

  1. Segera segel dan tutup Diskotik Hotel Pasifik.
  2. Tangkap pemilik dan pengelola yang membiarkan narkoba beredar di tempat mereka.
  3. Periksa oknum aparat yang terindikasi membekingi operasional ilegal.
  4. Berikan perlindungan hukum dan medis terhadap korban serta saksi.
  5. Bentuk Tim Independen Pusat untuk membongkar sindikat narkoba di balik “hiburan malam” Batam.

Dua tubuh perempuan muda yang kejang dan berbusa di depan hotel bukan hanya korban narkoba. Mereka adalah simbol generasi yang dihancurkan oleh negara yang lemah, korup, dan tidak hadir.

Kalau hari ini kita diam, besok giliran anak kita, adik kita, cucu kita yang tersungkur di trotoar hotel yang sama. Sementara para pejabat terus berpesta, tertawa, dan berjoget di panggung pesta yang dibayar oleh darah rakyat.

Batam harus dibersihkan. Diskotik Hotel Pasifik harus ditutup. Aparat harus ditindak. Dan hukum harus kembali berpihak pada yang hidup, bukan pada mereka yang mengeruk untung dari kematian.

Tegakkan hukum — atau kita semua ikut jadi penjahat karena pembiaran ini.

Fransisco Chrons

Must Read

Iklan
iklan

Related News