Guna memberikan pemahaman tentang keadilan restoratif ( RJ) di tengah masyarakat, Kejaksaan Negeri Pulang Pisau membentuk dan menetapkan Desa Bahaur Hulu Permai sebagai Kampung Keadilan Restoratif.
Acara pencanangan Kampung Keadilan Restoratif ini diresmikan secara langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau Dr. Priyambudi, S.H., M.H. didampingi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Prathomo Suryo Sumaryono, S.H., M.H. dan jajarannya.
Turut hadir juga Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, M. Syariful Pasaribu, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Pulang Pisau, Uhing, SE, Kapolsek Kahayan Kuala, Ipda Ibnu Khaldun, Camat Kahayan Kuala, H. Daulay, S.Pd.I, Danramil 1011-12 Bahaur, BPD Desa Bahaur Hulu Permai, Damang Kecamatan Kahayan Kuala, Mantir Desa Bahaur Hulu Permai serta para ketua RT/RW se-Desa Bahaur Hulu Permai dan para ibu-ibu TP PKK. Acara peresmian tersebut diselenggarakan di Gedung Serbaguna Desa Bahaur Hulu Permai, Kamis (10/02/2022).
Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau dalam sambutannya menyampaikan bahwa ditetapkannya Desa Bahaur Hulu Permai sebagai Kampung Keadilan Restoratif (Restorative Justice) agar dapat menjadi pelopor untuk menanamkan nilai-nilai keadilan restoratif di tengah masyarakat, apalagi sudah ada warga Kabupaten Pulang Pisau yang menerapkan keadilan restoratif di Kejaksaan Negeri Pulang Pisau yang berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (restorative justice) beberapa waktu lalu di Desa Bahaur Hulu Permai dan Desa Dandang.
“Kampung Keadilan Restoratif dapat menjadi sarana untuk sosialisasi tentang keadilan restoratif agar penyelesaian permasalahan pidana tidak selalu berakhir di pengadilan tetapi dengan memperhatikan kearifan lokal, sehingga penegakan hukum selain memberikan kepastian hukum juga akan lebih mewujudkan keadilan dan kemanfaatan bagi korban, masyarakat maupun pelaku. ” ucap Kajari.
Dijelaskan Kajari bahwa kampung keadilan restoratif yang digelar tersebut merupakan yang pertama diluncurkan di wilayah Kalimantan Tengah bahkan di Kalimantan.
Jaksa Agung melalui Jampidum menyampaikan bahwa Jaksa Agung memberikan perintah untuk mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice) dan menetapkan kebijakan untuk melakukan pembentukan Kampung Keadilan Restoratif diseluruh Indonesia. Jaksa Agung menuntut jaksa dituntut untuk mengasah kemampuan keadilan restoratif berdasarkan kearifan lokal di masing-masing daerah mereka bertugas untuk menyerap dan mewujudkan keadilan di tengah masyarakat.
Adapun maksud pembentukan Kampung Keadilan Restoratif agar dapat dijadikan sebagai tempat pelaksanaan musyawarah, mufakat dan perdamaian untuk menyelesaikan masalah/perkara pidana yang terjadi dalam masyarakat, yang dimediasikan oleh jaksa dengan disaksikan para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat. Sementara tujuannya adalah terselesaikannya penanganan perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan, serta terwujudnya kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan yang tidak hanya bagi tersangka, korban dan keluarganya, tetapi juga keadilan yang menyentuh masyarakat, dengan menghindarkan adanya stigma negatif.
“Perlu dijelaskan bahwa pembentukan Kampung Keadilan Restoratif bukan dimasudkan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi di masyarakat, tetapi terbatas pada permasalahan hukum pidana yang terjadi pada masyarakat dalam rangka mengeliminir perkara ringan untuk diselesaikan melalui perdamaian yang dimediasikan oleh Jaksa,” tegasnya.
Setelah menyampaikan sambutan, dilakukan pencanganan Desa Bahaur sebagai Kampung Keadilan Restoratif ditandai dengan pemukulan gong lalu dilanjutkan Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kejaksaan Negeri Pulang Pisau dengan Pemerintah Desa Bahaur Hulu Permai. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan tentang hukum, membangun kesadaran hukum masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya penyelesaian permasalahan hukum melalui keadilan restoratif dan mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan mengedepankan keadilan restoratif di dalam masyarakat.
Acara dilanjut dengan penyampaian materi penyuluhan hukum yang menjelaskan terkait pencanangan kampung keadilan oleh Kasubsi Penuntutan dan Eksekusi Chabib Sholeh, SH. Keadilan restoratif mengedepankan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan atau keadilan retributif.
“Kejaksaan RI sebagai dominus litis atau pengendali perkara sudah menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan perkara melalui Perja Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Asas Dominus Litis,” ungkapnya.
“Ada beberapa manfaat penerarapan keadilan restoratif diantaranya membuka ruang partisipasi masyarakat tentang keadilan yang diinginkan, mengefektifkan proses penegakan hukum yang cepat, sederhana dan biaya ringan, serta mengurangi over crowded di rutan atau lembaga permasyarakatan” katanya.
Manfaat dibentuknya Kampung Keadilan Restoratif adalah untuk mengedepankan kearifan lokal dalam mewujudkan keadilan di tengah masyarakat, mengedukasi masyarakat agar dapat mengetahui perkara apa dan bagaimana mekanisme penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif dan melibatkan partisipasi korban, pelaku dan masyarakat untuk penyelesaian perkara.
Pada akhir pemaparannya Chabib Sholeh menjelaskan proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Dalam proses perdamaian Penuntut Umum hanya berperan sebagai fasilitator/mediator. Penuntut Umum juga tidak mempunyai kepentingan atau keterkaitan dengan perkara, korban, maupun tersangka, baik secara pribadi maupun profesi, langsung maupun tidak langsung. Kemudian proses perdamaian dilaksanakan di kantor Kejaksaan kecuali terdapat kondisi atau keadaan yang tidak memungkinkan. Kemudian proses perdamaian dan pemenuhan kewajiban dilaksanakan dalam waktu paling lama 14 hari sejak penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti. Setelah perdamaian berhasil, Penuntut Umum segera melakukan ekpose kepada Jampidum untuk mendapat Persetujuan Penghentian Penuntutan.
Terakhir apabila disetujui oleh Jampidum dan diteruskan Kejati maka Kepala Kejaksaan Negeri selaku Penuntut Umum mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dalam waktu paling lama 2 hari sejak persetujuan diterima. Acara ditutup dengan tanya jawab yang disambut dengan antusias oleh para peserta ( Ridwan/ Rilis)