Sawahlunto, dutametro.com – Kesenian kuda lumping atau kuda kepang Paguyuban Subur Budoyo Saringan Sawahlunto hibur perantau dan wisatawan yang berkunjung ke World heritage Sawahlunto, Sabtu (11/4/2024). Kuda Kepang merupakan salah satu kesenian Jawa yang tumbuh dan berkembang di Sawahlunto. Dibawa pada 1888 an melalui pekerja tambang batubara zaman Kolonial Belanda untuk menghibur para pekerja tambang itu sendiri.
Paguyuban Subur Budoyo yang didirikan Marjadi (63), ikut menyuburkan kesenian Jawa yang dibawa para leluhur, yakni pekerja tamabang sejak zaman penjajahan Kolonial Belanda. Pekerja tambang yang berasal dari Jawa itu sendiri dikenal dengan sebutan “Orang Rantai’.
Marjadi menyebut, dia membentuk paguyuban Subur Budoyo ini berbekal dengan menyisihkan gaji dan uang pensiun dari PT. Bukit asam.
“Ini bentuk bakti saya dalam melestarikan kebudayaan leluhur. Anggota Subur Budoyo merupakan para generasi muda dengan harapan kebudayaan ini tetap lestari dan para generasi muda ini bisa menyalurkan hobinya kepada kegiatan positif,” kata dia.
Dia juga menyebut, kegiatan- kegaiatan yang biasanya dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu, coba dipertahankan untuk senantiasa lestari sebagai salah satu keturunan suku Jawa di Sawahlunto.
“Selain kuda kepang, kita juga memiliki kesenian Reog Ponorogo yang merupakan kesenian asal Ponorogo Jawa Timur. Sebelum kami benar-benar ingin mengembangkan Reog ini, Subur Budoyo banyak belajar dari Sangga Singo Ludoyo Payakumbuh yang telah terlebih dahulu eksis,” kata dia lagi.
Salah seorang wisatawan asal Bukittingi Pino mengungkap, bahwa ia dan keluarga sangat tertarik menyaksikan kuda kepang ini.
“Menyaksikan kesenian asal Jawa di Ranah Minang tentu menjadi hal yang sangat menarik,” kata dia.
Pino mengatakan, setelah seharian berkeliling berwisata di Sawahlunto dan sore harinya dihibur dengan penampilan seni dan budaya, menjadikan salah satu daya tarik bagia dia dan keluarga untuk berlibur ke Sawahlunto terutama pada momen Idul Fitri ini.(rki)
