Dugaan bahwa mafia telah masuk ke dalam urat nadi kekuasaan akhirnya diadukan Koalisi Masyarakat Kalsel ke Komnas HAM pada Jumat siang, 17 Juni. Koalisi yang terdiri dari aktivis lingkungan dan HAM, advokat, serta masyarakat ini diterima oleh Hairiansyah, Komisioner dan juga jajaran Komnas HAM.
Denny Indrayana, salah satu bagian dari koalisi, menyatakan bahwa praktik mafioso di Kalsel disinyalir kuat sudah merambah ke sebagian besar oknum aparat penegak hukum dan pemerintahan. “Komnas HAM kami yakini tidak asing dengan banyaknya pelanggaran HAM oleh oknum aparat kepolisian yang ditengarai melibatkan grup usaha milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Isam”, pungkas _Senior Partner_ INTEGRITY _Law Firm_.
Dalam kesempatan tersebut, di samping menjelaskan kriminalisasi wartawan, pembunuhan advokat, kasus penggelapan pajak, Denny juga menceritakan pengalaman warga Desa Mekarpura, Kotabaru pada 2018 silam. Mereka diteror sepulang dari Komnas HAM dalam advokasi penyerobotan lahan oleh PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM). “Warga diancam agar tidak melakukan aktivitas pertanian atau perkebunan pada siang hari. Malam harinya, untuk memitigasi risiko, warga menginap di rumah keluarga dan kerabatnya di pusat Kotabaru, yang jaraknya sekitar 40 km dari Desa Mekarpura,” tutur Profesor Hukum Tata Negara ini.
Bukan tanpa tindakan, justru Komnas HAM telah melakukan serangkaian kajian dan telaah atas aduan masyarakat Kotabaru. Komnas HAM menindaklanjutinya melalui upaya mediasi. Peliknya, mediasi ini gagal lantaran PT MSAM tidak bersedia hadir dalam forum perdamaian tersebut.
Kisworo Dwi Cahyono menyesalkan iktikad buruk PT MSAM yang menolak undangan mediasi Komnas HAM, yang sebenarnya bertujuan mencari jalan tengah atas konflik lahan di Kotabaru. “Tidak sepatutnya upaya perdamaian oleh lembaga negara diacuhkan begitu saja oleh korporasi yang terduga menjadi biang penggusuran di Kotabaru,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel ini.
Selain konflik lahan, perusahaan sawit ini juga telah dilaporkan ke KPK atas dugaan tindak pidana korupsi pengambilalihan hutan yang dikelola perusahaan negara. “Sekitar 8.610 hektar hutan negara menjadi HGU kebun kelapa sawit, tanpa ada status perubahan kawasan dari Menteri LHK. Kami telah serahkan laporan berikut bukti-bukti kepada KPK, namun terkesan tidak ditangani secara serius,” kata Eep Saepulloh, Kepala Departemen Pemberdayaan dan Pelayanan Anggota dan Masyarakat Sawit Watch.
Swary Utami Dewi dari Tim Advokasi JURKANI menyatakan bahwa aktor mafia Kalsel nampaknya telah mulai ditempatkan di tempat-tempat strategis di beberapa lembaga penting, bahkan sampai ke tingkat pusat, untuk memuluskan kepentingan-kepentingan oligarch tersebut. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, tidak hanya bagi masyarakat Kalsel, tapi juga publik. “Dapat disangka bahwa kaki tangan Mr. X ini telah menggurita ke mana-mana,” ujar perempuan yang juga berjuang pada Lembaga Pembela Hak Sipil dan Politik, serta beberapa lembaga independen lainnya.
Mendengar penjelasan di atas, Hairiansyah menanggapi bahwa berbagai kasus yang diutarakan koalisi menunjukkan eskalasi pelanggaran HAM yang semakin meningkat. “Karena itu, political will pemerintah akan sangat membantu optimalisasi penanganan dugaan pelanggaran HAM. Saat ini, Komnas HAM memprioritaskan penanganan kasus-kasus kekerasan oknum aparat dan konflik tanah, mengingat aduan yang masuk mengenai hal ini demikian banyaknya. Di sisi lain, Presiden juga wajib memberi atensi bagi tindakan aparat penegak hukum seperti kepolisian agar mencegah kekerasan terhadap warga dalam konflik-konflik horizontal”, kata Komisioner Komnas HAM tersebut.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan bagi kelompok pembela HAM (_human rights defenders_) di zona rawan konflik. “Dalam kasus lahan dan dugaan kekerasan aparat di Kotabaru, Komnas HAM akan memantau secara intensif para tokoh masyarakat yang melakukan pembelaan atas haknya di sana,” tegas Hairansyah.
Secara terpisah, Ketua Komite I DPD Fachrul Razi yang juga menerima audiensi dari koalisi, mengatakan akan segera mengambil tindakan atas problem mafia di Kalsel. “Dalam beberapa waktu ke depan, Komite I DPD akan membentuk Panja dan melakukan peninjauan di lokasi rawan konflik dan kriminalisasi di Kalsel. Dalam situasi tertentu, Pansus juga dapat menjadi opsi yang patut dipertimbangankan,” tegas Fachrul Razi.
Selama 3 hari di ibukota, aduan ini disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Kalsel kepada beberapa lembaga negara dan organisasi masyarakat, yaitu LPSK, PBNU, dan PP Muhammadiyah. Melalui audiensi ini, diharapkan publik semakin memahami kondisi darurat mafia di Kalsel dan dapat bersinergi untuk berjuang menghadapinya. (*)
Narahubung:
1. Denny Indrayana (0817726299)
2. Kisworo Dwi Cahyono (081348551100)
3. Achmad Surambo (08128748726)