TALIABU | dutametro.com – Ketegasan DPRD Kabupaten Pulau Taliabu kembali mengguncang ruang publik. Komisi III DPRD menyoroti keras pelaksanaan sejumlah proyek fisik yang diduga berjalan tanpa melalui proses tender resmi dan bahkan belum tercantum dalam APBD Perubahan (APBDP) 2025.
Sikap kritis wakil rakyat ini sontak memantik diskusi publik. Warga menilai langkah DPRD sebagai bentuk tanggung jawab dalam mengawal kebijakan pembangunan agar tetap berjalan sesuai mekanisme dan aturan hukum yang berlaku.
Ironisnya, saat APBD Perubahan 2025 masih dalam tahap evaluasi di Pemprov Maluku Utara dan belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur, bahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pun belum diterbitkan ke seluruh OPD, Komisi III DPRD Taliabu justru menemukan adanya aktivitas fisik yang sudah dialokasikan dalam APBDP tersebut.
Ketua Komisi III DPRD Taliabu, Budiman Mayabubun, dalam siaran persnya, Sabtu (18/10/2025), menegaskan bahwa hingga minggu ketiga Oktober 2025, belum tampak tanda-tanda pengerjaan fisik di lapangan, terutama pada ruas jalan Bobong–Ndufo (Talo) yang menjadi jalur vital penghubung logistik, hasil pertanian, serta akses utama menuju Pelabuhan Tamping.
“Ini bentuk kelalaian dari dinas teknis. Anggaran sudah tersedia sejak awal tahun dan bahkan ditambah dalam APBD Perubahan, tapi sampai sekarang belum ada gerakan di lapangan,” tegas Budiman.
Politisi muda PDIP yang akrab disapa Budi itu menilai, keterlambatan proyek menunjukkan lemahnya koordinasi antara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan pihak pelaksana, serta minimnya pengawasan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ia bahkan memperingatkan, jika tidak segera dijalankan, anggaran berpotensi menjadi SILPA dan proyek gagal terealisasi pada tahun 2025.
“Kalau tidak segera dikerjakan, ini akan jadi masalah baru. Komisi III akan memanggil Dinas PUPR untuk dimintai penjelasan resmi dalam rapat dengar pendapat,” tegasnya lagi.
Budiman mengungkapkan, dalam APBDP 2025, anggaran proyek Jalan Kota Bobong–Talo melonjak dari Rp2 miliar menjadi Rp3,8 miliar. Kenaikan signifikan itu justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan legislatif, terlebih karena progres di lapangan nihil.
Sementara itu, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Pulau Taliabu, Ridwan Asiz, saat dikonfirmasi terkait evaluasi APBDP oleh Pemprov Maluku Utara, mengaku prosesnya hampir rampung dan hanya menunggu penerbitan SK Gubernur.
“Sudah selesai evaluasi, tinggal menunggu SK hasil evaluasi,” ujar Ridwan.
Ia menjelaskan, sebelum penerbitan DPA ke seluruh OPD, masih ada tahapan administratif yang harus dilalui, yakni evaluasi dan pengesahan oleh Pemprov Malut.
“Setelah SK keluar, kami menyurat ke Biro Hukum Provinsi untuk permintaan nomor register. Biasanya satu hingga dua hari. Setelah itu, baru penetapan perda dan perbup, kemudian pembagian DPA SKPD serta pencairan anggaran ke masing-masing OPD,” jelasnya.
Sampai berita ini diturunkan, publik masih menunggu langkah tegas Pemkab Taliabu dalam menindaklanjuti temuan DPRD tersebut. Komisi III menegaskan akan terus mengawal dan membongkar dugaan pelanggaran mekanisme anggaran hingga tuntas, demi memastikan setiap rupiah APBD digunakan sesuai aturan dan kepentingan rakyat.
Jack