Batam, dutametro.com– Bau busuk kejahatan pangan kembali menyeruak dari jantung Kota Batam. PT Usaha Kiat Permata, perusahaan yang bermarkas di Sekupang, diduga kuat menjadi pusat praktik pengoplosan beras dalam skala besar. Fakta-fakta yang terkuak seolah menampar wajah penegakan hukum, karena semua berlangsung terang-benderang di depan hidung aparat—namun mereka justru memilih bungkam.
Ini bukan sekadar tipu muslihat dagang. Ini kejahatan ekonomi yang dijalankan dengan penuh kesadaran, merampas hak rakyat kecil, dan meruntuhkan martabat bangsa.
Dari hasil penelusuran, modus operandi PT Usaha Kiat Permata sangat terstruktur. Beras kualitas rendah dicampur dengan beras medium, kemudian dikemas ulang dalam karung bermerek premium untuk dilempar ke pasaran. Alhasil, masyarakat yang membayar mahal dengan keyakinan membeli kualitas terbaik sejatinya sedang ditipu mentah-mentah.
“Ini sudah berlangsung lama. Semua orang tahu, tapi tak ada yang berani menyentuh. Ada beking kuat di belakangnya,” ungkap seorang sumber internal, yang identitasnya kami sembunyikan demi keselamatan.
Tak hanya beras, gula pun diperlakukan sama: masuk gudang dengan karung polos, lalu keluar dengan wajah baru. Jumlahnya bukan main, bahkan sebagian didistribusikan ke luar Batam. Fakta ini menegaskan bahwa bisnis haram ini tak mungkin berdiri sendiri, melainkan ditopang jejaring yang rapi dan berlapis.
Praktik kriminal sebesar ini mustahil bertahan lama tanpa restu. Pertanyaan besar kini menggantung: siapa yang memberi izin diam-diam? Siapa yang melindungi?
Lebih ironis lagi, institusi yang seharusnya berdiri paling depan—Satgas Pangan, Dinas Perdagangan, Bea Cukai, hingga Polda Kepri—justru membisu. Diam yang melukai. Diam yang sama artinya dengan pembiaran. Dan pembiaran, adalah bentuk pengkhianatan.
Di tengah harga kebutuhan pokok yang kian mencekik, aksi pengoplosan ini bukan hanya penipuan, tapi kejahatan kemanusiaan. Apa yang dilakukan PT Usaha Kiat Permata adalah “pembunuhan perlahan” terhadap rakyat kecil, yang dipaksa menelan beras oplosan demi bertahan hidup.
“Kita bicara tentang manipulasi terang-terangan, yang menghina rakyat dan melecehkan hukum. Ini bukan pelanggaran biasa—ini pengkhianatan bangsa,” tegas Tim Investigasi.
Melihat mandeknya penindakan di Batam, Investigasi.News mendesak Kementerian Perdagangan RI dan Bareskrim Mabes Polri turun langsung. Jika aparat daerah memilih bungkam, maka pusat wajib mengambil alih. Bila tidak, publik berhak menilai pengawasan pangan di Batam telah gagal total—atau lebih parah, sengaja dilumpuhkan.
Skandal ini tidak bisa berhenti pada nama perusahaan. Jejaring beking, oknum berseragam, hingga pejabat yang rela menjual keadilan harus dibongkar tanpa kompromi.
Redaksi berkomitmen menyingkap setiap aktor yang bermain dalam skandal busuk ini. Kami membuka kanal pelaporan bagi masyarakat yang memiliki bukti dan kesaksian. Identitas pelapor dijamin aman.
Kini saatnya publik bersuara lantang. Jangan biarkan masa depan pangan kita ditentukan oleh pengusaha rakus dan aparat yang berkhianat.
Kebenaran harus ditegakkan. Pelaku harus diseret ke meja hijau. Dan aparat yang memilih bungkam, harus ikut dimintai pertanggungjawaban.
Fransisco Chrons