spot_img

Inisial AH Diduga Aktor Oplosan Beras, Aparat Tak Berkutik!

Batam, Dutametro– Di balik label “beras premium” yang terpajang di rak-rak ritel, terungkap borok paling menjijikkan dalam dunia distribusi pangan.perusahaan di Kawasan Sungai Jodoh, Kec. Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau. diduga kuat sebagai aktor intelektual dalam praktik haram pengoplosan beras.

Aksi ini bukan baru, bukan satu-dua karung. Ini penghancuran sistematis terhadap harga diri bangsa, dilakukan dalam senyap, di depan mata aparat yang pura-pura buta. Praktik biadab ini terjadi terang-terangan, seolah hukum tak bertaring dan aparat hanya penonton bisu.

Ini bukan lagi pelanggaran administratif. Ini kejahatan yang menghina akal sehat, menginjak-injak hak rakyat miskin, dan membongkar bobroknya sistem pengawasan pangan nasional.

Informasi dan bukti yang dikantongi Investigasi.News menunjukkan bahwa beras kualitas rendah dicampur dengan beras medium, kemudian dikemas ulang dalam karung bermerek premium, dan disebar ke pasar-pasar ritel, menipu jutaan rakyat jelata. Beras itu masuk ke rumah-rumah, ke piring anak-anak, ke lambung orang tua, dan semuanya termakan tipuan korporasi bejat yang menjadikan keuntungan sebagai agama baru.

Seorang narasumber internal perusahaan, yang identitasnya kami amankan karena potensi intimidasi, membisikkan fakta pahit:

“Semua tahu praktik ini. Tapi tak ada yang berani bertindak. Sudah ada beking kuat. Ini bukan rahasia. Ini sudah jadi bagian dari ‘sistem’.”

Pernyataan itu menggambarkan satu hal: kejahatan ini tidak mungkin hidup tanpa perlindungan dari oknum berseragam atau bersetelan dinas.

Dan yang lebih memuakkan, seluruh institusi yang seharusnya berdiri kokoh menjaga hak rakyat justru diam membatu. Satgas Pangan, Dinas Perdagangan, Bea Cukai, hingga aparat penegak hukum di Polda Kepri – tak satu pun bergerak. Mereka memilih menjadi fosil hidup dalam birokrasi yang telah membusuk.

Sikap bungkam ini bukanlah kelalaian administratif. Ini adalah pembiaran yang disengaja. Dan pembiaran terhadap kejahatan adalah pengkhianatan terang-terangan terhadap konstitusi dan amanat penderitaan rakyat.

Penggiat hukum Maerizal, S.H., dalam pernyataan kerasnya, menyebut tindakan perusahaan tersebut jelas melanggar Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman penjara lima tahun dan denda miliaran rupiah. Bahkan, ia menyebut perbuatan ini telah masuk ranah pelanggaran serius terhadap UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dan UU Perdagangan.

“Ini bukan sekadar penipuan. Ini adalah perbuatan culas yang menginjak-injak hak asasi manusia atas pangan. Pelaku tak ubahnya predator ekonomi. Dan negara tak boleh membiarkan ini menjadi tradisi,” tegas Maerizal tadi.

Lalu, di mana negara? Di mana keberanian institusi penegak hukum? Jika aparat di Batam hanya jadi tameng pelindung pengusaha bajingan, maka Investigasi.News secara terbuka menantang Bareskrim Mabes Polri dan Kementerian Perdagangan untuk turun tangan. Jika tidak, sah bagi rakyat menyimpulkan bahwa Batam telah berubah menjadi sarang kejahatan pangan yang dilindungi negara.

Apa yang terjadi ini bukan sekadar pengoplosan. Ini adalah bentuk baru dari kolonialisme domestik, di mana rakyat dipaksa menelan makanan palsu, karena ada kekuatan busuk yang menjadikan perut rakyat sebagai ladang eksploitasi.

Investigasi.News tidak akan berhenti. Kami akan kejar siapa pun yang bermain di balik layar: pemilik modal, oknum aparat, maupun pejabat pembisik. Dan jika mereka merasa kebal, maka biar rakyat yang menghakimi melalui data, sorotan, dan perlawanan sipil.

Kami membuka kanal pelaporan rahasia bagi siapa pun yang memiliki bukti, dokumen, atau kesaksian. Identitas pelapor dilindungi sepenuhnya.

Dalam negara yang konon berdaulat ini, rakyat berhak marah. Dan kali ini, kemarahan itu sah.
Sebab berdiam diri di tengah pengkhianatan semacam ini, sama halnya ikut menadah beras palsu yang mencederai bangsa.

Fransisco chrons

Must Read

Iklan
iklan

Related News