TALIABU | Dutametro.com – Potret memilukan datang dari Desa Sumbong dan Nggaki, Kecamatan Taliabu Selatan, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara. Selama dua periode kepemimpinan Bupati Aliong Mus—sepuluh tahun lamanya—warga mengaku tak pernah merasakan fasilitas jalan dan jembatan yang layak.
Kondisi ini memaksa masyarakat hidup dalam keterisolasian. Untuk menyeberangi sungai besar, mereka hanya mengandalkan rakit kayu seadanya. Begitu pula saat mengangkut hasil pertanian.
“Sampai hari ini kami bertahan hidup sebagai petani dengan menyebrang menggunakan rakit. Hasil panen harus kami dorong melewati sungai agar bisa sampai ke Desa Pencado, lalu dibawa dengan kapal menuju pabrik di Kota Luwuk,” ungkap warga setempat, A. Taufik, Minggu (7/9/2025).
Jarak antara Desa Sumbong dan Desa Pencado sejatinya hanya 3–4 kilometer. Namun, untuk sampai ke tujuan, warga mesti melintasi satu sungai besar dan dua sungai kecil. Proses ini tidak hanya memakan waktu, tapi juga mengancam keselamatan.
Situasi lebih sulit dialami warga Desa Nggaki. Mereka harus menempuh jalur sungai deras sejauh 2 kilometer dari pegunungan menuju Pangkalan Tangi. Semua dilakukan dengan rakit yang dijejali hasil pertanian. “Risikonya besar, tapi itu satu-satunya cara agar panen kami bisa keluar,” tulis Taufik La Dee dalam keterangannya.
Ironisnya, kebutuhan pokok warga Taliabu Selatan seperti beras, sabun, hingga kebutuhan sehari-hari lainnya justru didatangkan dari Kota Luwuk, Sulawesi Tengah. Kondisi ini menambah beban hidup masyarakat.
Dengan fakta lapangan yang memilukan ini, warga mendesak pemerintah daerah Pulau Taliabu, Pemprov Maluku Utara, hingga pemerintah pusat untuk segera turun tangan. Jalan dan jembatan bukan lagi sekadar harapan, melainkan kebutuhan mendesak agar warga bisa keluar dari keterisolasian dan menikmati hak dasar mereka sebagai warga negara.
Jeck


