Tubaba, dutametro.com– Polemik penggunaan anggaran belanja hibah uang di Sekretariat Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2024 tengah menuai sorotan tajam. Dugaan pelanggaran prosedur, minimnya transparansi, serta sikap tertutup dari pejabat terkait memicu kecurigaan publik terhadap potensi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Tercatat, Sekretariat Daerah Tubaba menganggarkan total Rp1,54 miliar untuk tiga paket hibah kepada badan/lembaga nirlaba. Ironisnya, ketiga paket tersebut menggunakan metode swakelola tipe I namun tanpa penjabaran jelas mengenai spesifikasi, jumlah penerima, maupun peruntukannya. Lebih parah, pejabat yang bertanggung jawab, baik PPK maupun PPTK, terkesan menutup-nutupi Surat Keputusan (SK) Bupati tentang daftar nama dan besaran bantuan yang diberikan.
Pengamat kebijakan publik Tubaba, Adrian, angkat bicara saat dimintai tanggapan pada Selasa (3/5/2025).
“Secara prinsip, Surat Keputusan Bupati yang menyangkut kepentingan publik tidak boleh dirahasiakan. SK tersebut memiliki kekuatan hukum dan wajib dapat diakses masyarakat, terutama jika menyangkut penggunaan uang negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, menyembunyikan SK Bupati justru berpotensi melanggar hukum dan merugikan masyarakat.
“Ketertutupan seperti ini menciptakan ketidakadilan dan memperlemah kontrol publik. Masyarakat tidak dapat mengawasi kinerja pemerintah tanpa akses terhadap informasi yang seharusnya terbuka,” ujarnya.
Berdasarkan data dari laman resmi https://sirup.lkpp.go.id, berikut rincian alokasi hibah yang dicatat oleh Sekretariat Daerah Tubaba tahun 2024:
- Kode RUP: 37730484
- Paket: Belanja Hibah Uang kepada Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum Indonesia
- Pagu: Rp100.000.000
- Tipe Swakelola: 1
- Kode RUP: 37730485
- Paket: Belanja Hibah Uang kepada Badan/Lembaga Nirlaba, Sukarela, dan Sosial
- Pagu: Rp1.350.000.000
- Tipe Swakelola: 1
- Kode RUP: 37730534
- Paket: Belanja Hibah kepada Badan/Lembaga Sosial Kemasyarakatan
- Pagu: Rp90.000.000
- Tipe Swakelola: 1
Namun, tidak ada rincian transparan terkait jumlah penerima, nama lembaga, serta tujuan penggunaan hibah tersebut di dalam dokumen publik.
Saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kabag Kesra Tubaba, Nurkholis, berdalih bahwa dirinya tidak mengetahui detail daftar penerima hibah karena ditangani langsung oleh PPTK.
“Yang Rp100 juta dan Rp90 juta itu ke MUI. Tapi untuk rinciannya, silakan tanya langsung ke MUI. Yang Rp1,3 miliar saya tidak hafal satu per satu. Silakan tanya ke PPTK, saya mau rapat,” elaknya singkat.
Namun ketika PPTK, Rizal, dimintai klarifikasi, ia pun tak memberikan penjelasan gamblang.
“Ada SK-nya, tapi tidak bisa difoto atau dibagikan. Itu arsip internal. Kami ada SOP sendiri. SK bisa ditunjukkan, tapi hanya kalau atasannya mengizinkan,” ujarnya.
Rizal mengklaim bahwa kegiatan hibah telah diperiksa oleh BPK dan Inspektorat, dan tidak ditemukan permasalahan.
Namun saat didesak untuk menyebutkan nama-nama penerima secara rinci, ia tetap menolak dengan alasan harus mendapat izin Kabag.
“Kalau nama-nama lembaga bisa kami sebutkan. Tapi soal SK tetap harus atas izin atasan. Takutnya nanti kami dimarahi,” imbuhnya.
Upaya konfirmasi lanjutan kepada Kabag Kesra Tubaba kembali menemui jalan buntu. Ia bersikukuh bahwa SK penetapan daftar penerima hibah merupakan dokumen rahasia, yang hanya bisa diakses oleh instansi pemeriksa.
“Jumlah anggaran bisa saya sampaikan, tapi untuk SK hanya bisa diberikan ke Inspektorat atau BPK. Itu dokumen internal,” katanya, Selasa (20/5/2025).
Jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, penggunaan metode Swakelola Tipe I mengharuskan adanya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh perangkat daerah sendiri dengan transparansi yang memadai. Ketiadaan informasi rinci dan akses publik terhadap dokumen pelaksanaan melanggar prinsip dasar pengadaan barang/jasa yang disebutkan dalam Pasal 4 huruf a: “menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan”.
Akang