Kejaksaan Negeri Pasaman Barat menetapkan dua lagi tersangka pada kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasaman Barat tahun anggaran 2018-2020, Kamis (4/8/2022) dan langsung ditahan.
Pada kasus itu, Kejaksaan Negeri Pasaman Barat menetapkan 7 tersangka, dan menahan 5 tersangka yang dititipkan ditahanan Polres Pasaman Barat, satu sakit dirawat di RS Yarsi, dan satu lagi Direktur PT MAM Energindo saat ini telah ditahan di KPK pada kasus lain.
“Hari ini kami kembali menahan dua tersangka yakni mantan Direktur RSUD inisial HW sekaligus pengguna anggaran, PPK dan tersangka MY Manajemen Kontruksi (MK), kedua tersangka saat ini dititipkan di rumah tahanan Polres Pasaman Barat ,” kata Kajari Ginanjar Cahaya Permana, didampingi Kasi Pidsus Andy Suryadi SH MH, dalam konferensi pers dengan wartawan, Kamis (4/8/2022) malam.
Ia mengatakan, Ketujuh tersangka ini baru lima orang yang ditahan, satu sakit dirawat di RS Yarsi, dan satu lagi Direktur PT MAM Energindo saat ini telah ditahan di KPK pada kasus lain.
“Ketujuh tersangka adalah HM (penghubung) mantan Direktur RSUD, BS, Y, HW, AA (Direktur PT MAM Energindo), IN PPK pada RSUD, dan MY konsultan pengawas,” katanya.
Ia mengatakan pada proyek RSUD senilai Rp134 miliar itu kerugian negara mencapai Rp20 miliar lebih sesuai perhitungan tim ahli yang memeriksa pekerjaan fisik proyek itu.
Menurutnya perkara itu terungkap dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap perencanaan pembangunan RSUD itu.
Berdasarkan itulah, penyidik kejaksaan melakukan penyelidikan dan penyidikan termasuk pembangunan fisik RSUD itu.
Terhadap perkara itu, Kejaksaan Negeri Pasaman Barat juga menggunakan ahli teknis dan beberapa hari yang lalu memberikan hasil kerugian negara karena kekurangan volume senilai Rp 20.135.806.257 dari nilai kontrak 134. 859.961.000 yang dikerjakan oleh PT MAM Energindo.
“Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lainnya dalam perkara ini karena perkara ini merupakan perkara mega proyek dan melibatkan banyak pihak. Kita akan terus kejar. Kita juga menemukan dugaan suap dan gratifikasi pada kasus ini,” tegasnya.
Terhadap tersangka diancam UU Tipikor Pasal pasal 2 dengan ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Pasal 3 jo Pasal 55 UU Tipikor.
Sementara itu, tersangka HW melalui kuasa hukumnya Kantor RJ Lawfirm Padang, Rahmi Jasim, dan Erlina Eka Wati menyebutkan, dalam kasus ini kliennya merasa dizholimi.
“Ini adalah zholim. Klien saya sudah beberapa kali minta mundur kepada eks bupati menjadi PPK atau Direktur, tetapi tak digubris oleh eks bupati maupun eks Sekda,” kata Rahmi.
Rahmi meminta pihak kejaksaan meminta kasus ini diusut seterang-terangnya dan meminta eks bupati dan eks Sekda yang telah memaksa kliennya dalam hal mencairkan tarmyn proyek tersebut dipanggil sebagai saksi yang meringankan kliennya. Karena dia menilai kliennya hanya korban dalam kasus ini.
Disebutkan, kliennya menyadari dirinya bukanlah orang teknis ahli kontruksi, makanya harus melibatkan tim teknis dari PU ataupun pengawasan eksternal ahli kontruksi. Dasar itulah kliennya mengajukan pengunduran diri secara tertulis kepada bupati.
“Termasuk juga dari pihak PT MAM Energindo yang mengancam, jika klien saya tak mau menandatangi proses pencairan tarmyn maka pembangunan RSUD akan dihentikan. Padahal klien saya sudah merasakan hal-hal yang tidak wajar dan janggal,” kata Rahmi.
“Kita akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya dan akan menghadirkan saksi ‘A de Charge’ (meringankan) kliennya di persidangan nantinya,” pungkasnya. (*)