Sabtu, Juli 27, 2024

Mediasi Selama 3 Jam Lebih, Antara PT-BPP Dengan Kelten Intan Sikabau Belum Menemui Titik Terang

More articles

Pasaman Barat,dutametro.com.-Mediasi sangketa lahan sawit antara PT Bakrie  Pasaman Plantation (BPP) dengan Kelompok Tani (Keltan)  Bukit Intan Sikabau Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat belum menemui titik terang.

Muslim Hasugian perwakilan masyarakat Bukit Intan Sikabau seusai mediasi yang digelar Satreskrim Polres Pasaman Barat Jum’at siang (10/3/2023) kepada wartawan dia mengakui bahwa mediasi yang di laksanakan di Polres Pasaman Barat selama 3  jam lebih itu tidak ada keputusan atau titik terang.

Dia bersama ratusan masyarakat akan tetap melakukan panen di atas lahan 800 hektare  yang disebut sebagai plasma masyarakat. Lahan itu, saat ini dikawal pasukan Brimob Polda Sumbar.

“Selama 20 tahun lahan plasma kami digarap oleh PT BPP dan kami tidak kebagian hasil, ini adalah kezdaliman. Dasar kami adalah SK bupati atas kepemilikan plasma tersebut, dan putusan Pengadilan Negeri Pasaman Barat pada 25 Januari 2023 lalu agar PT BPP menyerahkan lahan kepada masyarakat,” sebut Muslim.

Dia bersama ratusan masyarakat mengaku tak akan mundur setapakpun dan apapun yang terjadi untuk menguasi lahan  plasma masyarakat tersebut.

“Kalau PT BPP mengklaim itu HGU mereka mana batas yang dibuat, berarti BPP telah menjarah plasma kami yang membuat kami menderita selama 20 tahun,” kata Muslim.

Sementara itu, Legal Humas PT Bakrie Pasaman Plantation,  Boby Endey mengakui mediasi antara masyarakat dengan PT BPP belum ada penyelesaian. Dia menyebut secara yuridis lahan yang digugat masyarakat adalah berada dalam Hak Guna Usaha (HGU)  PT BPP, dan perusahan berhak atas lahan sawit itu.

“Soal gugatan perdata dari masyarakat belum inkracht Van Gewijsde (belum berkekuatan hukum tetap) masih banyak tahap upaya hukum yang harus  dilalui. Jika pun masyarakat yang menang bukan masyarakat atau kelompok tani tapi yang mengeksekusinya tetapi adalah pengadilan, jadi kita minta  masyarakat agar menahan diri dulu sampai putusannya inkracht,” katanya.

Dalam mediasi  itu, imbuh Boby, pihak perusahaan telah menawarkan agar lahan 300 hektar itu, tetap dikelola  dan dipanen oleh PT BPP, hasilnya diserahkan kepada masyarakat, tetapi masyarakat menolaknya.

Menurut dia, lahan yang digugat yang berada di HGU PT BPP itu seluas 300 hektar bukan 800 hektar.

“Saya tegaskan 300 hektar itu berada dalam HGU PT BPP,” katanya.

Dia menegaskan bahwa masyarakat yang meduduki lahan selama setahun bukan berarti perusahaan mengakui milik plasma masyarakat, tetapi adalah kebijakkan perusahan menghindari konflik dengan masyarakat.

“Tetapi karena keseringan memanen sawit makanya kita laporkan pidananya ke polisi,” sebutnya.

Penasehat hukum Keltan Bukit Intan Sikabau Abdul Hamid,  SH, mengatakan, mediasi di Polres Pasaman Barat selama 3 jam lebih belum membuahkan hasil. Tokoh masyarakat dan perwakilan Keltan menolak pengelolaan hasil kebun plasma oleh perusahaan.

Menurutnya, putusan Pengadilan Negeri tahap pertama  dalam perkara perdata tertanggal 25 Februari 2023 gugatan kliennya sebagian (verstek) dikabulkan majelis hakim. Oleh karenanya kami meminta PT BPP agar menyerahkan lahan seluas 300 hektar kepada masyarakat Bukit Intan Sikabau.

“Hari ini kita di undang Polres Pasaman Barat, dalam hal ini satreskrim Polres untuk melakukan mediasi. Sama-sama kita ketahui, masyarakat menolak perusahaan mengelola hasil panen. Jadi mediasi belum mendapatkan hasil akhir,” ungkap Hamid.

Dia mengatakan, hingga saat ini masyarakat masih menguasai lahan dan memanen hasil kebun. Anggota Kelompok Tani sering di intervensi dan dihadang oleh aparat keamanan.

“Informasi yang kita dapatkan masyarakat masih menguasai lahan, akan tetapi ada hadangan oleh brimob,” ujarnya.

Dia berharap kepada penyidik Polres Pasaman Barat perihal mobil truk masyarakat yang ditahan polisi agar dikembalikan kepada masyarakat. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest