Situbondo, dutametro.com – Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mencatat sejarah baru dalam dunia perkebunan nasional. Untuk pertama kalinya di Indonesia, daerah berjuluk “Kota Santri” ini menjadi lokasi pelaksanaan tanam perdana bongkar ratoon tebu tahun 2025 sebagai bagian dari Program Hilirisasi Tebu Jawa Timur.
Kegiatan bersejarah ini berlangsung di Kecamatan Jangkar, Selasa (14/10/2025) sore, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat penting dari pusat maupun daerah. Hadir langsung Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Hendratmojo Bagus Hudoro, Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo, serta para General Manager (GM) Pabrik Gula (PG) di bawah Sinergi Gula Nusantara (SGN).
Tanam perdana bongkar ratoon ini menandai dimulainya babak baru bagi sektor tebu di Jawa Timur, khususnya di Situbondo. Program tersebut merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi lahan, serta mendorong hilirisasi komoditas tebu di tingkat petani.
Dalam sambutannya, Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo, yang akrab disapa Mas Rio, menegaskan komitmen penuh pemerintah daerah untuk mendukung keberlanjutan dan perluasan areal tanam tebu di wilayahnya. Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Situbondo ditargetkan melakukan perluasan lahan tebu hingga hampir 3.000 hektare.
“Di Situbondo sampai sekarang pun kami dibebani perluasan hampir 3.000 hektare. Ketika saya tanya kepada para GM dan Kepala Dinas, apakah mampu? Ya, mampu! Harus mampu, karena ini bagian dari astacita,” tegas Mas Rio di hadapan para petani dan tamu undangan.
Ia menambahkan, Indonesia yang dulu dikenal sebagai salah satu negara pengekspor gula terbesar di dunia harus mampu kembali meraih kejayaan di sektor tersebut. Dengan semangat hilirisasi, Situbondo diharapkan menjadi salah satu motor penggerak kebangkitan industri gula nasional.
“Kalau dulu kita pengekspor terbesar di dunia, kenapa sekarang harus impor? Kalau kita bisa ekspor, ada added value buat para petani. Dan komitmen dari SGN tadi, semua hasil tebu di sini akan diserap,” ujarnya dengan penuh optimisme.
Menurutnya, keberhasilan program hilirisasi tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada sinergi antara pemerintah, industri gula, dan para petani. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga keberlanjutan program ini agar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Sebagai bentuk dukungan nyata, Mas Rio bahkan menyatakan kesiapannya untuk ikut menanam tebu secara pribadi. Ia menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memberikan contoh langsung, bukan sekadar memberikan instruksi.
“Nantilah saya juga tanam tebu, boleh kan? Saya mau sewa lahan dua hektare dulu. Meskipun gak dikasih insentif ratoon, gak apa-apa, saya bayar sendiri. Paling tidak, Bupati juga menanam tebu,” ucapnya yang langsung disambut tepuk tangan meriah dari para petani.
Langkah simbolis itu menjadi bukti nyata bahwa pemerintah daerah tidak hanya mendukung secara administratif, tetapi juga ikut turun tangan dalam memperkuat sektor pertanian dan perkebunan.
Lebih lanjut, Mas Rio juga mengajak petani untuk tidak ragu menanam tebu karena sudah ada jaminan penyerapan hasil panen dari pihak pabrik gula. Dengan kepastian harga dan pasar, petani diharapkan semakin bersemangat dalam mengelola lahannya.
“Supaya teman-teman petani bersemangat, karena sudah ada jaminan akan diserap. Harganya juga naik kelas, ya. Petani jangan khawatir, jangan sambati terus saya,” kelakarnya yang disambut tawa hangat.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan Situbondo menjadi lokasi pertama tanam perdana bongkar ratoon bukan hanya prestasi simbolis, tetapi juga menjadi momentum kebangkitan ekonomi daerah melalui sektor perkebunan.
“Kita ini yang pertama, makanya kita harus bangga. Situbondo punya banyak kebun yang membanggakan. Ini bukti bahwa daerah kita bisa menjadi pelopor dalam hal positif,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementan, Hendratmojo Bagus Hudoro, memberikan apresiasi tinggi kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo atas dukungan dan inisiatifnya dalam menyukseskan program hilirisasi tebu nasional.
Menurutnya, kegiatan bongkar ratoon merupakan inovasi penting dalam menjaga produktivitas tebu. Sistem ini memungkinkan petani memperbarui tanaman tebu dengan pola yang lebih efisien dan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi.
“Kami berharap apa yang dilakukan di Situbondo bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Ini langkah konkret yang patut ditiru, karena program hilirisasi akan berhasil kalau semua pihak bergerak bersama,” ujar Hendratmojo.
Ia juga menekankan bahwa Kementan akan terus memberikan pendampingan teknis dan bantuan sarana produksi kepada petani tebu agar kualitas dan hasil panen semakin optimal.
Selain itu, para General Manager Pabrik Gula di bawah SGN menyatakan kesiapan penuh untuk menyerap hasil panen petani di Situbondo. Hal ini menjadi bentuk sinergi nyata antara industri dan petani dalam mendukung kemandirian gula nasional.
Kegiatan tanam perdana tersebut diakhiri dengan doa bersama dan prosesi simbolis penanaman bibit tebu oleh Bupati Situbondo, Direktur Kementan, serta perwakilan petani.
Momentum ini diharapkan menjadi titik awal kebangkitan sektor perkebunan di Situbondo sekaligus memperkuat posisi Jawa Timur sebagai lumbung tebu nasional. Dengan semangat kolaborasi dan hilirisasi, Situbondo kini resmi menorehkan sejarah baru dalam peta perkebunan Indonesia.
(Ags)