Tulang Bawang, Dutametro.com — Proyek Rehabilitasi Rumah Dinas Ketua DPRD Tulang Bawang senilai Rp2,2 miliar yang dikerjakan CV Aurora Abadi diduga kuat bermasalah. Sejumlah temuan mengarah pada dugaan pelanggaran spesifikasi pekerjaan, personel fiktif, hingga lemahnya fungsi pengawasan oleh konsultan.
Hasil investigasi Media mengungkap bahwa personel manajerial, petugas K3, peralatan utama seperti concrete mixer, genset, serta direksikeet diduga tidak ada di lapangan, meski seluruh item tersebut tercantum sebagai persyaratan dalam dokumen kontrak.
Agung, konsultan pengawas dari CV Viandra Wasthu Bhumi, membenarkan bahwa pelaksana proyek dan petugas K3 yang memiliki SKA/SKT tidak berada di lokasi pekerjaan.
“Kalau yang punya SKT dan SKA memang tidak hadir. Tapi ada Sopian, orang kepercayaan perusahaan. Semua urusan lapangan diberikan ke dia,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Agung mengklaim pihaknya sudah bekerja sesuai prosedur, termasuk menegur pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
Temuan lain yang cukup fatal adalah tidak digunakannya concrete mixer, padahal alat tersebut merupakan peralatan utama untuk menghasilkan beton sesuai standar mutu.
Menurut Agung, pihaknya sudah berkali-kali memberikan teguran resmi.
“Kami sudah surati perusahaan supaya concrete mixer dihadirkan. Tapi tidak ada respons. Mereka tetap melakukan pengecoran di beberapa titik tanpa alat itu,” ungkapnya.
Genset yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar proyek juga tidak ditemukan. Kontraktor disebut memilih menggunakan aliran listrik bangunan lama.
Sementara keberadaan direksikeet, yang wajib ada sebagai kantor lapangan untuk administrasi, koordinasi, dan pengawasan proyek, juga tidak tampak di lokasi.
“Untuk direksikeet, mereka pakai ruangan seadanya. Katanya nanti dibangun setelah ruangan direhab,” tambah Agung.
Minimnya pengawasan dituding menjadi penyebab sejumlah pekerjaan tidak sesuai spesifikasi. Beton yang seharusnya dicampur menggunakan concrete mixer justru dilakukan secara manual.
Padahal, tugas konsultan pengawas adalah mengendalikan biaya, waktu, mutu, keselamatan kerja (K3), termasuk menghentikan pekerjaan yang tidak sesuai ketentuan.
Kelalaian seperti ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum, mengingat konsultan bertindak sebagai wakil pemilik proyek.
Ketiadaan pelaksana berpotensi besar menyebabkan molornya pekerjaan, pembengkakan biaya, hingga buruknya kualitas konstruksi. Tanpa pelaksana, tidak ada pihak yang mengontrol time schedule, menandatangani dokumen administrasi, dan memastikan penggunaan material sesuai RAB.
Dalam beberapa proyek, kondisi seperti ini dapat membuka peluang penyalahgunaan material, ketidaksesuaian spesifikasi, hingga dugaan rekayasa progres lapangan.
Investigasi juga menemukan pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap, seperti helm, sarung tangan, masker, sepatu keselamatan, maupun rompi.
Ketidakhadiran petugas K3 memperbesar risiko kecelakaan kerja, lemahnya identifikasi bahaya, serta tidak adanya respons cepat bila terjadi insiden.
Tidak adanya direksikeet membuat koordinasi lapangan kacau, administrasi proyek berantakan, dan berpotensi melanggar ketentuan kontrak. Direksikeet adalah fasilitas wajib sebagai pusat kontrol dan dokumentasi yang menunjang kelancaran pekerjaan.
Proyek senilai miliaran rupiah ini terancam menghasilkan pekerjaan tidak standar apabila semua kelalaian tersebut dibiarkan. Pemilik proyek diminta segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kontraktor maupun konsultan pengawas agar kerugian negara dan risiko keselamatan tidak terus berlanjut.
(Nando)















