Ternate, Dutametro.com – Unjuk rasa menolak aspirasi pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau kawasan khusus Sofifi sebagai Ibukota Provinsi Maluku Utara berubah menjadi aksi brutal. Ratusan massa yang mengatasnamakan masyarakat Tidore Kepulauan dilaporkan bertindak anarkis, menyerang rumah Kepala Desa, mengancam Ketua Majelis Rakyat Sofifi, hingga membawa senjata tajam di muka umum.
Aksi ini terekam dalam sejumlah video yang beredar luas di media sosial, memperlihatkan massa mengacung-acungkan senjata tajam (sajam) di tengah kerumunan—sebuah pelanggaran hukum serius yang tak bisa ditolerir.
Ketua Umum Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Jabodetabek, Hamdan Halil, menyampaikan kecaman keras terhadap aksi kekerasan tersebut.
“Penyampaian aspirasi adalah hak demokratis yang dijamin konstitusi. Tapi jika sudah membawa senjata tajam dan menyerang rumah warga, itu bukan unjuk rasa—itu tindakan kriminal,” tegas Hamdan, Rabu (24/7/2025).
Menurut Hamdan, pelaku yang membawa sajam dalam aksi telah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.
“Undang-undang sudah jelas. Membawa, memiliki, atau menguasai senjata tajam di muka umum adalah tindak pidana. Tak bisa dibiarkan! Polda Malut harus segera menangkap pelaku dan mengungkap siapa dalang di balik kerusuhan ini,” tegasnya lagi.
Lebih jauh, Hamdan meminta Polda Malut segera menurunkan personel tambahan ke wilayah Sofifi untuk mengamankan masyarakat dan menjamin stabilitas pemerintahan Provinsi Maluku Utara.
“Sofifi adalah ibu kota provinsi. Ia milik seluruh rakyat Maluku Utara, bukan satu-dua kelompok. Pemerintahan harus dijaga agar tetap berjalan, rakyat harus merasa aman,” ujar Hamdan.
PB FORMMALUT juga mendesak Gubernur Maluku Utara, Kapolda, dan jajaran Forkopimda untuk tidak membiarkan provokasi liar terus bergulir tanpa kendali. Hamdan menegaskan bahwa kekacauan ini tidak boleh dinormalisasi atas nama aspirasi.
Terakhir, ia meminta Sultan Tidore dan Walikota Tidore Kepulauan turun tangan meredakan situasi dan meminta semua pihak menahan diri, demi mencegah konflik horizontal yang lebih luas.
“Kita semua anak negeri. Masalah DOB Sofifi harus diselesaikan melalui cara-cara konstitusional, bukan dengan ancaman dan kekerasan. Hukum harus jadi panglima,” tutupnya.
(Jak)