Bintan, dutametro.com – Dunia usaha Bintan kembali diguncang dengan skandal kelas berat. Mr. Ghuanghao Zhu, warga negara RRC yang menjabat sebagai Direktur PT Kemilau Jaya Bersama (KJB), kini menjadi pusat badai. Ia diduga keras melakukan serangkaian tindakan yang memukul perusahaan, merugikan pekerja, dan merontokkan kepercayaan publik terhadap pengawasan TKA di Indonesia.
Deretan dugaan pelanggarannya tidak tanggung-tanggung:
penggelapan dana perusahaan, pemakaian data karyawan tanpa izin, penelantaran pekerja, keterlambatan gaji, hingga kelalaian menangani kecelakaan kerja.
Semua dugaan ini mengerucut setelah laporan resmi masuk ke Polres Bintan pada 29 Oktober. Namun anehnya, proses penyelidikan mandek karena yang bersangkutan tiba-tiba sudah dideportasi.
Karier Misterius: Dari Pekerja Biasa, Tiba-Tiba Jadi Direktur Perusahaan Rival?
Jejak perjalanan Ghuanghao semakin menggelitik. Dari informasi yang dihimpun, ia awalnya hanya pekerja di PT Sutong Global Engineer (SGE). Namun, tidak lama kemudian, ia mendirikan PT KJB, yang disebut-sebut menggunakan data karyawan SGE tanpa izin.
Jika benar demikian, berarti ada dugaan kuat bahwa perusahaan dibangun di atas data palsu, manipulasi administrasi, dan permainan kotor.
Kerugian yang ditinggalkan?
Diperkirakan mencapai ± Rp 1 miliar, termasuk pajak yang mangkrak.
Drama Besar: Deportasi atau “Cuti Bodong”? Mengapa Versinya Bertentangan?
Kisah ini semakin panas ketika muncul dua versi tentang status kepergian sang direktur:
• Versi lapangan:
Ghuanghao dideportasi pada 4 November 2025 karena diduga menyalahi izin tinggal.
• Versi Ghuanghao:
Ia dengan santai mengaku tidak dideportasi, tidak di–blacklist, hanya cuti.
Dua versi yang saling bertolak belakang ini memantik kecurigaan besar:
Siapa yang sebenarnya berbohong?
Ataukah ada pihak yang sengaja “membersihkan jejak” sang direktur?
Di tengah kekacauan ini, karyawan PT KJB melakukan demo besar-besaran karena takut gaji mereka hilang bersama bos mereka yang “menghilang”.
Sorotan Makin Panas: PT BAI Diminta Tidak Tutup Mata
Sebagai perusahaan induk proyek, PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) kini ikut terseret sorotan. Publik menuntut BAI untuk tidak sembarang menerima subcon yang rekam jejaknya kabur dan rawan melakukan pelanggaran.
Apalagi jika perusahaan subcon:
menelantarkan pekerja,
mengabaikan kecelakaan kerja,
atau memanipulasi data dan perizinan.
Negligensi seperti ini dapat dianggap pembiaran sistemik.
Pertanyaan Paling Ekstrem: Bagaimana TKA Bisa Dirikan PT Tanpa Modal? Siapa yang Buka Jalan?
Bagian yang paling memukul logika publik ialah dugaan bahwa seorang TKA dapat mendirikan PT di Indonesia tanpa membawa modal sebagaimana diwajibkan untuk PMA.
Ini memunculkan pertanyaan tajam:
Apa benar pengawasan selemah itu?
Atau ada “tangan-tangan gelap” yang membuka pintu dan merapikan semua jalan?
Jika ini benar terjadi, maka bukan hanya pekerja dan perusahaan lokal yang dirugikan—negara pun ikut dipermainkan.
Administrasi Diduga Disulap, Pihak Lokal Jadi Korban Besar
PT SGE, tempat Ghuanghao bekerja sebelumnya, disebut sebagai pihak yang paling babak belur. Mereka tidak hanya rugi secara finansial, tetapi juga harus menanggung dampak administratif akibat dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh eks pekerjanya sendiri.
Aparat Diuji: Publik Tidak Butuh Janji, Publik Butuh Aksi
Kasus ini menjadi ujian besar bagi institusi:
Polres Bintan, Imigrasi, Disnaker, hingga manajemen PT BAI.
Publik menuntut langkah konkret, bukan sekadar klarifikasi basa-basi.
Jika kasus ini berlalu begitu saja, maka sinyal yang muncul sangat jelas dan sangat berbahaya:
bahwa negeri ini mudah dipermainkan oleh TKA nakal dan celah hukum bisa dibeli.
Hingga berita ini diunggah, redaksi masih menanti pernyataan resmi dari pihak terkait.
Sementara itu, skandal ini telah menjadi perbincangan panas di lapangan—dan diyakini, ini baru permukaan dari persoalan yang jauh lebih gelap.
Fransisco chrons


