Ternate, Dutametro.com–Nurul Mulyani Muhammad alias Nurul dan suami Sallu Ajam diduga melakukan tindak pidana penipuan jual beli perumahan Grand Arifansyah di kelurahan Fitu kecamatan Ternate selatan, Kota ternate.
Pelapor Fachrul Buamona mengatakan,
Sudah dilakukan laporan di Polres Ternate atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan uang tunai dengan ratusan juta terkait pembelian rumah di Perumahan Grand Arifansyah. Hal ini sudah mendapat respons dari berbagai pihak. “Anehnya lagi, Sallu Ajam justru membantah tudingan tersebut dan menyebut pelaporan bersifat pribadi serta merugikan nama baiknya, ” kesalnya.
Dengan adanya masalah ini pelapor geram dan menceritakan, masalah
ini berawal pada Jumat, 14 Februari 2025 pukul 07.08 WIT, saat adiknya, Desy, meminta agar dilakukan pembayaran uang muka (DP) sebesar Rp 2.000.000 ke rekening terlapor atas nama Nurul Mulyani Muhammad istri dari Direktur PT Bintang Utama Kie Raha. “Pembayaran ini dimaksudkan sebagai tanda jadi atas satu unit rumah di kompleks Grand Arifansyah, Kelurahan Fitu, Kecamatan Ternate Selatan, ” jelasnya.
Beberapa hari kemudian, pada Senin, 17 Februari 2025, Pelapor kembali melakukan pembayaran senilai Rp 108.000.000 di rekening pribadi milik terlapor, sehingga total uang yang telah ditransfer mencapai Rp110.000.000. “Transaksi ini dilakukan di kediaman Sallu Ajam, di Kelurahan Jan, dan kesepakatan saat itu, rumah akan siap dihuni usai bulan Ramadhan,” terang Fachrul.
Kata Fachrul, beberapa waktu kemudian diduga tak ada pembangunan fisik di lokasi rumah yang dijanjikan. Karena curiga, adik Fachrul Desy mengonfirmasi ke-pihak Bank BTN dan mendapat respon, bahwa pembangunan rumah belum dapat dilakukan karena masih terdapat masalah legalitas. “Pihak bank juga menginformasikan bahwa pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atas nama Fachrul tidak dapat diproses karena yang bersangkutan masih memiliki dua tanggungan kredit aktif di bank lain,” tukasnya.
Fachrul mengaku, baru-baru ini
sudah meminta pengembalian dana kepada Direktur PT Bintang Utama Kie Raha, Sallu Ajam. Tapi fis berdalih harus membuat surat pembatalan secara sepihak. Padahal, dalam surat kesepakatan jual beli (SKJB) yang dirancang sepihak oleh pihak developer, tercantum klausul bahwa pembatalan sepihak oleh pembeli akan dikenai potongan 50 persen dari nilai pembayaran yang telah dilakukan.
“Kondisi seperti ini sangat merugikan. Apakah adil, ketika pihak penjual gagal memenuhi pembangunan unit, justru pembeli yang dibebani sanksi pemotongan?” tegas Fachrul.
Disisi lain, seluruh transaksi sudah dilakukan melalui rekening pribadi atas nama istri direktur, bukan melalui rekening perusahaan berbadan hukum. Fakta ini mengindikasikan bahwa transaksi ini tidak murni bersifat korporasi sebagaimana diklaim oleh Sallu, melainkan ada keterlibatan langsung secara pribadi dari kedua terlapor. Fachrul juga menyebutkan bahwa pihak developer yang mengiringi / menawarkan agar pembuat perjanjian lewat notaris dengan skema cicilan ke perusahaan sebesar Rp1.500.000 per bulan, dan berjanji membangun perumahan dengan kurun waktu 2 bulan sudah selesai. “Namun, sampai sekarang bangunan rumah tersebut tidak ada, ” kesalnya.
*Aspek Hukum: Dugaan Perbuatan Melawan Hukum dan Potensi Pasal Pidana
Dari sisi hukum, pelapor mendatangi Polres Ternate bukan semata-mata atas dasar kekecewaan, tetapi berdasarkan indikasi kuat telah terjadinya perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan/atau 372 KUHP (Penggelapan). Jadi didalam unsur-unsur dalam pasal tersebut patut didalami oleh aparat penegak hukum, karena terdapat:
Beberapa bagian, di antaranga, janji yang tidak dipenuhi oleh penjual. Penggunaan rekening pribadi dalam transaksi bernilai ratusan juta rupiah. Pemanfaatan hubungan personal (pertemanan) untuk melancarkan transaksi yang berujung pada kerugian dan Ketentuan sepihak dalam perjanjian yang memberikan beban sepenuhnya kepada pembeli meski wanprestasi dilakukan oleh penjual.
Fahrul menegaskan, bahwa Ini bukan masalah persepsi, tapi fakta hukum.
Bahwa paernyataan Sallu Ajam yang menyebut pelaporan ini adalah “pembunuhan karakter” justru bertolak belakang dengan bukti dan kronologi yang ada. Fakta menunjukkan, bahwa dana ratusan juta ditransfer ke rekening pribadi, serta keterlambatan pembangunan yang tak kunjung jelas, memperkuat posisi hukum pelapor sebagai korban. “Saya mendesak aparat kepolisian agar melanjutkan proses penyelidikan secara objektif dan profesional, mengingat persoalan ini menyangkut kepercayaan publik terhadap sektor properti dan pentingnya perlindungan terhadap konsumen, ” pungkasnya. (red)