Kediri ,dutametro.com. – Jawa Timur – Forum Pergerakan Indonesian Justice Society (IJS) melayangkan laporan resmi kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Perum Perhutani Jawa Timur terkait dugaan komersialisasi dan kerusakan hutan yang terjadi di wilayah Kabupaten Kediri. Insiden ini diduga kuat menjadi penyebab utama banjir dan longsor yang melanda sejumlah daerah di sekitar proyek pengembangan Bandara Dhoho Jayati.
Ketua DPD Jawa Timur Indonesian Justice Society, Agung Setiawan, menyatakan prihatin atas dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan tersebut terhadap lingkungan, Dalam keterangannya kepada awak media, ia menegaskan pentingnya menjaga komitmen bersama untuk melindungi alam dan sumber mata air di tengah proses pembangunan.
“Kami sangat keberatan jika pembangunan di Kediri justru menyisakan kerusakan alam dan hutan yang masif. Bukit Manyaran, yang seharusnya menjadi ladang oksigen dan hutan produksi, kini sudah banyak mengalami penggergian dan dikeruk habis oleh oknum-oknum penambang dengan alasan pengerjaan proyek pembangunan,” ujar Agung.
Ia menambahkan bahwa ironisnya, bencana banjir mulai terjadi meski curah hujan relatif rendah, yang sebelumnya jarang terjadi di daerah tersebut, Agung mengingatkan masyarakat dan pihak berwenang bahwa UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang kemudian dilengkapi dengan UU Nomor 18 Tahun 2013, menjadi landasan hukum penting pemerintah dalam membatasi aktivitas eksploitasi yang merusak hutan. “Spirit pemerintah dalam undang-undang itu untuk melindungi hutan harus benar-benar diaplikasikan agar kita tidak kehilangan warisan alam untuk generasi mendatang dan aturan tersebut dibentuk untuk membatasi seseorang maupun badan hukum yang akan mengexplotasi hutan, Jangan sampai pembangunan ekonomi yang idealnya berimbang dengan kelestarian alam hanya menjadi slogan kosong semata,” tegasnya.
Lebih jauh, Agung meminta agar Kejaksaan Agung, lewat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, segera mengusut tuntas proses perizinan yang mengizinkan aktivitas tambang di kawasan hutan tersebut. “Jika ada indikasi kerusakan yang berkelanjutan, kami mendesak penegakan hukum yang tegas supaya tidak terjadi lagi perusakan serupa,” jelasnya.
Indonesian Justice Society mengungkapkan bahwa dari investigasi lapangan dan laporan yang diterima, ditemukan adanya rencana eksploitasi masif di kawasan hutan produktif Bukit Manyaran yang berada di wilayah Kabupaten Kediri. Hal ini diperkuat oleh informasi yang disampaikan Ketua DPD Gerak Indonesia, yang juga mengamini adanya pengajuan izin secara besar-besaran untuk kegiatan tambang di hutan tersebut, serta wilayah hutan Klotok di pusat Kota Kediri.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir separuh dari hutan produktif tersebut sudah mengalami pengerukan oleh para penambang, Material hasil penambangan ini kemudian diduga kuat digunakan untuk proyek pembangunan Tol Kertosono-Kediri yang saat ini sedang berlangsung.
Fenomena kerusakan hutan secara masif ini tidak hanya mencemaskan karena dampak ekologisnya, tetapi juga berimbas langsung terhadap kondisi sosial dan lingkungan masyarakat. Berbagai titik di Kabupaten Kediri seperti Banyakan, Tarokan, hingga area kota mengalami banjir dan longsor yang kian sering muncul dan semakin parah dari waktu ke waktu.
Menurut berbagai pengamatan, jika kerusakan hutan tidak segera dikendalikan, bencana serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terjadi lagi, Agung Setiawan menegaskan bahwa kejadian ini menjadi alarm bagi seluruh pihak yang memiliki tanggung jawab menjaga lingkungan hidup, termasuk pemerintah daerah, aparat hukum, dan masyarakat.
Komitmen bersama untuk menjaga kelestarian hutan dan alam harus diwujudkan secara nyata melalui tindakan yang konkret, bukan hanya sekadar pernyataan dukungan.“Kita harus belajar dari pengalaman yang ada, bahwa kerusakan hutan akan membawa konsekuensi serius bagi kehidupan masyarakat, mulai dari terganggunya ekosistem, hilangnya sumber mata air, hingga meningkatnya risiko bencana alam. Oleh sebab itu, semuanya harus duduk bersama mengevaluasi kembali perizinan dan menghentikan aktivitas ilegal yang merusak lingkungan,” ujarnya.
Masyarakat sekitar yang terkena dampak juga berharap pemerintah segera melakukan langkah nyata untuk memulihkan kondisi lingkungan dan mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut. Mereka mendesak agar penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan hutan lebih keras, guna memberikan efek jera dan menghindari praktik-praktik eksploitasi ilegal di masa depan.
Sementara itu, pihak Perhutani Jawa Timur dan Dinas ESDM hingga saat ini belum memberikan tanggapan secara resmi terkait laporan dan dugaan pelanggaran yang diajukan oleh Forum Indonesian Justice Society. Namun, laporan ini semakin menambah tekanan publik untuk melakukan pengawasan lebih ketatt terhadap aktivitas pemanfaatan hutan, khususnya yang berhubungan dengan proyek infrastruktur besar di kawasan tersebut.
Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa pembangunan besar harus dikawal dengan pengelolaan lingkungan yang bijaksana. Jika tidak, kerusakan alam akan menjadi beban kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tidak kecil nilainya, Memastikan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan adalah kunci agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua generasi tanpa meninggalkan luka bagi alam.(red)


